Latest Entries »

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengan padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasn tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dlam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosetika dan estetika (Anonim, 1995)

Krim yang dibuat pada praktikum ini menggunakan basis lemak dan minyak sebagai berikut

1. Cera Alba (Malam putih)

Malam putih adalah hasil pemurnian dan pengelantangan Malam Kuning yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis melifera Linne (Familia Apidae) dan memenuhi syarat uji kekeruhan penyabunan

Pemerian : Padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapisan tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik. Bobot jenis lebih kurang 0,95%

Kelarutan : Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalm etanol dingin, Etanol mendidih melarutkan asam serotat dan bagian dari mirisin, yang merupakan kandungan malam putih. Larut sempurana dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri (Anonim, 1995)

2. Parafin

Parafin adalh campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan yang diperoleh dari minyak tanah

Pemerian : Hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak berwarna atau putih; tidak berbau; tidak berasa; agak berminyak

Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, sukar larut dalam etanol mutlak (Anonim, 1995)

3.  Adeps lanae

Lemak bulu domba adalh zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries Linne (Familia Bovidae) yang dibersihkan dandihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%.

Pemerian massa seperti lemak, lengket, warna kuning dan bau khas

Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya; agak sukar larut dlam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas; mudah larut dalam eter dan dalam kloroform (Anonim, 1995)

4. Spermaceti

Cream Tabir Surya

Cream tabir surya adalah cream kosmetika yang dapat menyaring sinar matahari (sun screen) atau bahkan yang dapat menahan seluruh sinar matahari (sun block) untuk mengurangi efek buruk sinar matahari tersebut. Ada dua macam komponen sinar ultraviolet yang mencapai bumi, yaitu UVA (320-400 nm) dan UVB (290-320). UVB merupakan komponen yang mempunyai daya rusak tinggi pada kulit, sedangkan UVA lebih condong dapat merusak kulit dengan bantuan dari berbagai macam foto sensitizer kimia baik alami maupun sintetik yang terdapat pada kulit

Bahan tanaman yang digunakan dalam cream tabir surya adalah Daun Plantago mayor Lin. Berikut Taksonomi dari Plantago mayor;

Divisi                   : Spermatophyta

Anak divisi          : Angiospermae

Kelas                  : Dicotyledonae

Bangsa                : Dialylpetalae

Suku                   : Plantaginaceae

Marga                 : Plantago

Jenis                    : Plantago mayor L

Kandungan

Lendir, glikosida aukubin, invertin, emulsin, vitamin C, asam sitrat, tanin ( Anonim, 1977), flavonid

Penggunaan

Astringen

Cream anti jerawat

Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya erupsi, komdo, papul, pustule, nodus dan kista pada tempat predileksi: muka, leher, lengan atas, dada, dan punggung

Bahan tanaman yang digunakan dalam cream anti jerawat adalah infusa daun Mimba (Azadiracta indica Juss). Berikut Taksonomi dari Azadirachta indica;

Divisi                   : Spermatophyta

Anak divisi          : Angiospermae

Kelas                  : Dicotyledonae

Bangsa                : Dialypetalae

Suku                   : Rutales

Marga                 : Meliaceae

Jenis                    : Azadirachta indica Juss

Kandungan kimia

Tanamann mimba mengandung senyawa fosfat, kalium, flavonol, minyak atsiri, alkaloid, minyak lemak, quercetin, mangosin, beta-sitosterol ( Evans, 1989). Beberapa senyawa yang terdapat dalam tanaman mimba telah diungkapkan mempunyai aktivitas anti-jamur yaitu beta-sitosterol dan myrcetin pada bunga, nimbidin pada biji dan kulit batang, serta scopoletin pada seluruh bagian tanaman mimba (Duke, 1992)

Kegunaan dalam kosmetika

Buah, daun, batang, akar, dan minyak biji mimba sering digunakan masyarakat sebagai antiseptik, antimikroba, dan pengobatan infeksi kulit (Neem foundation, 1997)

Tanaman mimba juga dapat mengatasi gangguan yang kronis pada kulit seperti jerawat, psoriasis, eksem, ketombe pada kulit kepala, dan rambut rontok ( Narula, 2000)

Minyak dalam biji mimba telah diketahui mengandung senyawa dengn unsur belerang yang memiliki efek antikuman (Soesono, 1997

FORMULA

1. Cream Tabir Surya

Bagian A

Spermaceti                            3,1 g

Cera Alba                             3   g

Parafin Cair                           13 g

Nipasol                                 0,05 g

Bagian B

Na Borat                               0,125 g

Nipagin                                 0,03g

Air suling                               10 ml

Ekstrak plantago mayor         0,4 g

2. Cream Jerawat

Parafin Liquid                     10,5 g

Adeps Lanae                      2,75 g

Cera alba                           3,75 g

Spermaceti                         2,15 g

Air suling                           6,125 g

Borax                                 1       g

Infusa daun Mimba 5      g

Cara Kerja

  1. Cream Tabir surya

Bagian A dan bagian B, masing-masing dipanaskan

Tambahkan bagian B ke dalam bagian A sedikit demi sedikit

Aduk hingga mengental

Masukkan dalam wadah

  1. Cream Jerawat

Adeps lanae, parafin liquid, cera alba, spermaceti dileburkan

Tambahkan infus daun mimba

Campur hingga homogen

Borax dilarutkan air, dihangatkan, tambahkan pada cairan pertama

Aduk hingga dingin dan mengental

Masukkan dalam wadah

Cara analisis hasil

Catat : warna, bau, karakter fisik lain

Test pH : campur 1 gram cream dalam air, dan diukur pHnya

1. Cream Tabir surya

Warna                    :  krem kehijauan

Bau                        :  Tidak berbau

Viskositas               :   Kental

pH                         :  6

2. Cream Jerawat

Warna                  : Krem

Bau                        : Berbau adeps lanae

Viskositas           : kental

pH                         : 6

PEMBAHASAN

Krim Tabir Surya

Bentuk krim adalah salah satu bentuk sediaan yang  cukup banyak digunakan sampai saat ini karena sifat penggunaanya yang praktis dan dapat memenuhi keinginan yang dibutuhkan. Salah satunya diterapkan dalam sediaan krim tabir surya. Dengan menggunakan krim tabir surya dapat mengatasi problema kekeringan kulit serta pelindung efektif terhadap sinar UVA dan UVB. Muirtini, dkk (1995) menjelaskan bahwa penyinaran kulit oleh UVB maupun UVA dapat menyebabkan eritema atau pigmentasi kulit. Manchan (1984) kebiasaan berjemur atau sunbath mengakibatkan hal yang merugikan, yaitu mulai terbakarnya kulit (sunburn), sampai kanker kulit. Hasil penelitian dari Green dkk (1999) menyatakan bahwa penggunaan tabir surya setiap hari ternyata dapat menurunkan probabilitas terjadinya kanker kulit.

Black (1990) menyatakan bahwa antioksidan memiliki potensi sebagai fotoprotektor. Cahaya UV dapat memacu pembentukan sejumlah senyawa reaktif atau radikal bebas pada kulit. Senyawa dengan kemampuan antioksidan atau penangkap radikal bebas dapat berkompetisi dengan molekul target dan mengurangi atau mengacaukan efek yang merugikan.

Hertiani (2000) melaporkan bahwa flavonoid dari daun Plantago mayor L, ternyata aktif ebagai antioksidan dan memiliki potensi lebih besar dari quersetin. Sedangkan penelitian dari Sugihartini (2004) menyatakan bahwa penambahan fraksi etanol daun Plantago mayor Linn menyebabkan penurunan nilai persen transmisi eritema dan pigmentasi setelah perlakuan dan penyinaran cahaya matahari selama 5 jam karena memiliki potensi sebagai fotoprotektor terhadap UV A. Maka dari itu, Bahan aktif yang diguanakan dalam krim tabir surya adalah Ekstrak daun Plantago mayor L.

Pada formulsi, bagian A terdiri dari spermaceti, cera alba, dan parafin cair. Bagin A merupakan bagian lipofilik, yaitu terdiri dari bahan-bahan yang larut dalam lemak. Spermaceti merupakan wax yang berasal dari binatang. Fungsi dari wax ini adalah membentuk film penolak air (water repellent film), membentuk lapisan emolient yang tertinggal pada kulit karena wax ini larut dalam minyak. Selain sebagai emulgator, spermaceti merupakan zat penebal yang memperbaiki tekstur dan kelembutan dari emulsi. Parafin merupkan wax mineral atau hidrokarbon. Wax hidrokarbon ini bersifat melunakkan lapisan kulit (emollient), karena occlusive (meninggalakan lapisan dipermukaan kulit) sehingga akan meningkatkan hidratasi kulit dengan menghambat penguapan air pada lapisan kulit. Basis Hidrokarbon dapat digunakan untuk skin-moisturizing effect. Parrafin yang digunakan adalah jenis parafin cair, yang biasa digunakan untuk pembuatan cold cream. Penggunaan spermaceti dan parafin menguntungkan jika digukan sebagai basis krim wajah, dapat menjaga kelembapan dan memberiakan lapisan pelindung. Dari kedua jenis basis diatas, dapat diketahui bahwa krim mempunyai tipe emulsi w/o.

Bahan Bagian B adalah Na borat, nipagin, air suling dan ekstrak plantago mayor. Bagian B ini terdiri dari bahan-bahan yang larut dalam air. Nipagin sebagai pengawet (preservatif). Pengawet ditambahkan untuk mencegah kontaminasi, pengrusakan dan pembusukan oleh bakteri dan fungi. Hal iitu dikarenakan adanya aquadest dan basis yang berlemak merupakan substrat mikoorganisme.

Masing-masing, bagian A dan bagian B dipanaskan pada suhu 70oC. Pemanasan pada bagian A berfungsi untuk melehkan bahan-bahan padat. Sedangkan pemanasan bagian B bertujuan untuk melarutkan dan menghomogenkan bahan-bahan yang ada pada campuran tersebut. Bagian A dan dan bagian B lalu dicampur didalam mortir dengan pengadukan yang terus menerus hingga kental

Dari hasil praktikum didapatkan krim yang berwarna krem kehijauan, dengan viskositas yang kental. Krim ini mempunyai pH 6, sedikit asam tapi mendekati pH netral jadi tidak mengiritasi kulit. Krim ini tidak mempunyai bau yang spesifik.

.

Krim Anti Jerawat

Pada pembuatan krim Anti jerawat digunakan bahan aktif infus daun mimba. Penggunaan Daun Mimba di masyarakat untuk mengobati penyakit infeksi kulit, salah satu diantaranya adalah jerawat. Dari hasil-hasil penelitian, daun mimba mempunyai aktifitas antibakteri dan antifungi. Maka dari itu, daun tanaman ini digunakan dalam krim yang berkhasiat sebagai anti jerawat.

Penggunaan jenis basis krim pada krim anti jerawat ini tidak jauh berbeda denga krim tabir surya yaitu, Parafin liquid, spermaceti, cera alba dan adeps lanae. Fungsi dari parafin, spermaceti dan cera alba telah diuraikan pada bagian pembahasan krim tabir surya. Sedangkan Adeps lanae merupakan basis absorbsi anhidrous. Basis ini bersifat hidrofilik yang mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi air yang ditambahkan. Ketika air ditambahkan, maka basis akan menyerap air dan membentuk emulsi tipe w/o. Bila basis ini digunakan dalam kulit dapat merupakan lapisan penutup dan melunakkan kulit. Tetapi banyak yang alergi terhadap adeps lanae. Di samping itu adeps lanae bertendensi menjadi tengik dan baunya kurang menyenangkan

Krim yang dihasilkan berwarna coklat krem, tidak hijau sepeti krim tabir surya, karena yang digunakan adalah infus daun mimba, sehingga klorofil tidak telarut dalam pelarut tersebut. Sedangkan viskositasnya kental dan pHnya 6. Krim Berbau agak tengik disebabkan adanya adeps lanae.

Dari hasil analisis diketahui bahwa tidak ada pertumbuhan mikroorganisme pada cream tabir surya yang telah dibuat. Hal ini ditandai dengan tidak adanya perubahan warna dan bau. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa cream tabir surya dengan bahan aktif infus daun mimba yang telah dibuat mempunyai stabilitas yang cukup baik.

Tidak ada permasalahan yang mendasar pada pembuatan krim ini, karena pembuatannya relatif mudah. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah kekuatan pengadukan dan waktu pengadukan emulsi perlu diperhitungkan agar terbentuk krim dengan viskositas yang diharapkan

Kesimpulan

  1. Bahan aktif krim tabir surya adalah ekstrak Plantago mayor
  2. Bahan aktif krim anti jerawat adalah infusa daun Azadirachta indica
  3. Krim tabir surya dan Krim anti Jerawat mempunyai stabilitas yang baik.
  4. Basis yang digunakan dalam sediaan krim ini adalah basis lemak

    Saran

  1. Dalam Sediaan Krim ini perlu diuji tentang viskositasnya, daya lekat, dan daya sebarnya untuk kontrol kualitas
  2. Diperlukan suhu yang terukur dan pengadukan yang diperhitungkan dalam proses pembuatan.

Lipstik adalah bagian kosmetika yang digunakan untuk perias bibir. Preparat untuk perias bibir ada dua, yaitu lipstik dan pomade bibir digunakan untuk mencegah bibir menjadi pecah-pecah karena kering. Sedang lipstik digunakan sebagai make up bibir, supaya kelihatan lebih menarik.

Lipstik, digunakan sebagai make up harus memenuhi persyaratan :

  1. Tidak boleh mengeluarkan air atau minyak (sweating)
  2. Tidak boleh mudah pecah
  3. Zat warnanya harus terbagi rata
  4. Tittik leburnya terletak antara 50oC sampai 60oC

Lipstik terdiri dari suatu bahan dasar dan zat warna. Lipstik adlah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (roll up) yang dibentuk dari minyak, lilin, dan lemak. Lipstik biasanya menggunakan lebih banyak lilin dan terasa lebih padat dan kompak. Pada umumnya basis ini adalah minyak-minyak lemak. Berikut Pemerian lemak dan minyak yang digunakan sebagai basis

1. Cera Alba (Malam putih)

Malam putih adalah hasil pemurnian dan pengelantangan Malam Kuning yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis melifera Linne (Familia Apidae) dan memenuhi syarat uji kekeruhan penyabunan

Pemerian : Padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapisan tipis, bau khas lemah dan bebas bau tengik. Bobot jenis lebih kurang 0,95%

Kelarutan : Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalm etanol dingin, Etanol mendidih melarutkan asam serotat dan bagian dari mirisin, yang merupakan kandungan malam putih. Larut sempurana dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan minyak atsiri (Anonim, 1995)

2.  Parafin

Parafin adalh campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan yang diperoleh dari minyak tanah

Pemerian : Hablur tembus cahaya atau agak buram; tidak berwarna atau putih; tidak berbau; tidak berasa; agak berminyak

Kelarutan : Tidak larut dalam air dan dalam etanol, mudah larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak menguap dalam hampir semua jenis minyak lemak hangat, sukar larut dalam etanol mutlak (Anonim, 1995)

3. Oleum Ricini ( Minyak Jarak )

Adalah minyak lemak yang diperoleh dari biji Ricinus communis Linne (Familia Euphorbiaceae), tidak mengandung bahan tambahan.

Pemerian : Cairan kental, transparan, kuning pucat, atau hampir tidak berwarna, bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik, rasa khas

Kelarutan; larut dalam etanol, dapat bercampur dengan etanol mutlak, dengan asm asetat glasial, dengan kloroform, dan dengan eter (Anonim, 1995)

4.  Oleum Arachis

5.  Adeps Lanae (Lemak Bulu Domba)

Lemak bulu domba adalh zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries Linne (Familia Bovidae) yang dibersihkan dandihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%.

Pemerian massa seperti lemak, lengket, warna kuning dan bau khas

Kelarutan : Tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan air lebih kurang 2 kali beratnya; agak sukar larut dlam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas; mudah larut dalam eter dan dalam kloroform (Anonim, 1995)

Buah Merah (Pandanus Conoideus)

Pewarna alami yang digunakan dalam sediaan lipstik ini adalah minyak yang diekstraksi dari Buah Merah. Berikut taksonomi dari Buah merah;

Divisi                      : Magnoliophyta

Kelas                     : Liliopsida

Bangsa                   : Pandanales

Suku                      : Pandanaceae

Marga                    : Pandanus

Jenis                       : Pandanus Conoideus

Kandungan :

Minyak buah yang diekstraksi dari bahan baku buah merah, mengandung senyawa aktif yang cukup tinggi diantaranya beta-Karoten dan tokoferol yang cukup tinggi. Senyawa antioksidan buah merah tergolong tinggi. Dari 12.000 ppm total karetonoid, sebanyak 700 ppm diantaranya berupa beta-karoten, sedangkan tokoferol mencapai 11.000 ppm. Buah merah juga mengandung asam lemak seperti asam oleat, asam linoleat, asam linolenat dan asam palmitat serta sedikit mengandung asam kaprat dan asam miristat ( Syah, 2005)

Kegunaan :

Buah merah digunakan sejak dahulu oleh masyarakat papua. Secara garis besar, buah merah dimanfaatkan dalam empat hal pokok yaitu; sebagai bahan pangan, bahan pewarna alami, bahan kerajinan dan sebagai bahn obat (Budi dan Paimin, 2004)

Formula

Cera alba                                                           6          g

Parafin Solid                                                     2          g

Ol. Ricini                                                            11, 25  g

Ol. Arachis                                                        3,75     g

Adeps Lanae                                                     0,25     g

Acid Boric                                                         0,75     g

Parfum alam                                                      q.s

Bahan pewarna alam (ekst buah merah)  0,5       ml

Cara Kerja

Ol. Ricini dipanaskan dan di dalamnya dilarutkan Ac. Boric dan Bahan warna alam

Lemak-lemak dileburkan

Kedua larutan dicampur, ditambahkan parfum

Sebelum dingin dan keras campuran dimasukkan dalam cetakan

Lipstik yang sudah jadi dikeluarkan setelah dingin

Cara analisis hasil : Catat warna, bau, karakter fisik lain

Analisis Hasil

Warna              : orange kemerahan

Bau                   : tengik

Konsistensi     : terlalu berminyak, lengket, menempel pada kulit

Pembahasan

Lipstik termasuk kosmetika dekoratif. Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu usaha untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Kosmetika dekoratif semata-mata hanya melekat pada alat tubuh yang dirias dan tidak bermaksud untuk diserap ke dalam kulit serta tidak mengubah secara permanent kekurangan (cacat) yang ada. Dengan demikian kosmetika dekoratif akan terdiri atas bahan aktif berupa zat warna dalam berbagai bahan dasar dengan pelengkap pembuat stabil dan parfum.

Zat warna alami yang digunakan pada sediaan lipstik ini adalah zat yang dapat larut dalam minyak atau lemak, yang berarti senyawa tersebut bersifat non polar. Zat warna alami yang dipakai dalam praktikum ini adalah zat warna merah dari minyak Buah Merah (Red papua fruit oil). Senyawa yang berwarna berasal dari senyawa karetonoid, yang utamanya adalah beta-karetonoid. Karetonoid bersifat nonpolar dan larut dalam lemak, sehingga cocok digunakan dalam sediaan lipstik.

Paraffin dan Cera Alba merupakan wax. Parafin adalah wax mineral atau hidrokarbon, sedangkan cera alba adalah wax sejati. Fungsi wax dalam sedian lipstik ini adalah untuk membentuk lapisan berkilat dan pembuat bentuk pada lipstik. Parafin yang digunakan adalah parafin padat, yang berguna untuk mengeraskan lipstik. Parafin juga berfungsi melindungi kulit dari kekeringan dan membuat warna lebih lama menempel pada kulit

Olum Ricini dan Oleum Arachis merupakan minyak tumbuhan. Minyak tumbuhan ditambahkan sebagai pelumas, untuk mengurangi efek pengeringan dan untuk menurunkan titik lebur. Oleum ricini merupakan minyak yang diambil dari biji jarak, pada suhu ruang berbentuk cair dan stabil pada suhu rendah atau sangat tinggi pelumas atau bisa melembabkan bila menempel pada bibir. Oleum arachid sebagai basis minyak. Minyak tumbuhan banyak digunakan dalam sediaan karena dapat menyerap cahaya UV pada panjang gelombang tertentu. Disamping itu, minyak tumbuhan merupakan pelarut yang baik dalam melarutkan zat warna dan pengawet yang larut dalam minyak.

Adeps lanae merupakan basis minyak yang berfungsi sebagai bahan pelicin dan membuat tekstur lipstick lebih lunak serta dapat melindungi kulit. Namun adeps lanae bertendensi menjadi tengik dan baunya kurang menyenangkan, serta banyak orang yang alergi terhadap adeps lanae. Acid boric atau sering disebut asam borat digunakan sebagai pengawet kosmetik, Minyak atsiri lemon dipilih sebagai parfum alam untuk memberikan kesan segar juga pada lipstick yang dihasilkan.

Lipstik yang dihasilkan berwarna jingga kemerahan. Warna tersebut terdispersi merata dalam basis. Lipstik tidak meneteskan minyak. Permukaan lipstik halus dan rata, tidak ada rongga-rongga yang disebabkan gelembung gas.

Lipstick yang dihasilkan agak kurang memenuhi syarat. Lipstik berbau tengik. Hal itu disebabkan penambahan parfum lemon yang kurang serta bau tersebut mungkin berasal dari adeps lanae. Lipstik konsistensinya agak padat dan keras sehingga sulit lipstik sulit menempel pada bibir. Lipstik tersebut akan sulit digunakan untuk melembabkan bibir dan sulit memberikan warna yang merata pada bibir, walaupun bahan pewarna alaminya merata pada basis tetapi kurang intens saat digunakan pada kulit bibir.

Tidak ada permasalahan yang mendasar pada pembuatan lipstik ini, karena pembuatannya relatif mudah. Dari proses pembuatan mungkin yang perlu diperhatikan adalah suhu peleburan basis. Jika dilihat dari konsistensi lipstik yang dihasilkan perlu adanya modifikasi bahan dasar (basis) agar titik lebur tidak terlalu tinggi, sehingga mudah menempel pada bibir tanpa ada penekanan. Dalam formula mungkin perlu ditambahkan minyak kastrol atau minyak tumbuhan lain seperti jojoba oil, agar lipstik mempunyai efek melembabkan. Basis adeps lanae dapat diganti lanolin agar tidak menimbulkan bau tengik dan tidak menimbulkan alergi pada sejumlah orang. Perlu dilakukan orientasi zat warna yang cocok untuk bibir dengan spesifitas tertentu.

Kesimpulan

  1. Zat warna alami yang digunakan dalam sediaan lipstik adalah dari minyak buah merah
  2. Lipstik yang dihasilkan berwarna jingga kemerahan dan warna terdispersi merata
  3. Lipstik konsistensinya agak padat dan keras sehingga sulit lipstik sulit menempel pada bibir

Saran

  1. Diperlukan penambahan basis yang dapat menurunkan titik lebur
  2. Diperlukan penambahan Minyak tumbuhan tertentu untuk memberikan efek melembabkan
  3. Diperlukan orientasi zat warna alami lain yang cocok untu pewarnaan bibir
  4. Diperlukan modifikasi basis agar lipstik mudah menempel

Sampo adalah sediaan kosmetik untuk mengeramas rambut, hingga kulit kepala dan rambut bersih, sedapat mungkin rambut menjadi bersih, berkilau, indah dan mudah diatur.

Semula bahan-bahan yang sering digunakan untuk sampo adalah berbagai bahan dari alam seperti sari biji rerak, sari daging kelapa, sari abu merang (sekam padi). Dewasa ini yang digunakan adalah detergen (zat sabun sintetik).

Sampo dapat dikemas dalam berbagai bentuk sediaan, bubuk, larutan,jernih, larutan pekat, larutan berkilat, krim, gel, atau aerosol, dengan jenis:

  1. Sampo dasar (basic shampoo), yaitu sampo yang dibuat sesuai dengan kondisi rambut, kering, normal, berminyak
  2. Sampo bayi (baby shampoo), yaitu sampo yang tidak menggunakan bahan yang mengiritasi mata dan mempunyai daya bersih sedang karena kulit dan rambut bayi masih minim sebumnya
  3. Sampo dengan pelembut (coditinioner), 2 in 1, 3 in 1
  4. Sampo profesional; yang mempunyai konsentrasi bahan aktif lebih tinggi sehingga harus diencerkan sebelum pemakaian

Sampo medik (medicated shampoo); yang mengandung antiketombe ( sulfur, tar, asam salisilat, sulfida, plivinil, pirolidon, ) dan tabir surya (PABA, non-PABA)

Isi sampo meliputi:

1. Surfaktan

Surfaktan adalah bahan aktif sampo yang berupa deterjen pembersih sintesis yang cocok untuk kondisi rambut pemakai. Deterjen bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan cairan karena bersifat amfibilik, sehingga dapat melarutkan kotoran yang melekat pada permukaan rambut. Biasanya dipilih surfaktan anionik yaitu fatty alcohol sulfate, antara lain:

  1. Lauril sulfat (natrium, amonium, trietanolamin), merupakan pembersih yang baik namun mengeraskan rambut.
  2. Lauret sulfat (natrium, amonium, trietanolamin), pembentuk busa yang baik dan kondisioner yang baik.
  3. Sarkosinat (natrium lauril, lauril), daya bersih kurang, kondisioner yang baik.
  4. Sulfasuksinat (dinatrium oleamin, natrium dioktil), pelarut lemak yang kuat untuk rambut berminyak.

Biasanya digunakan lebih dari satu surfaktan dalam sampo, yang utama disebut surfaktan primer, selebihnya adalah surfaktan pelengkap atau sekunder. Surfaktan yang dipilih dapat dari golongan yang sama atau dari golongan surfaktan lain.

2. Pelembut (conditioner)

Pelembut membuat rambut lebih mudah disisir dan diatur oleh karena dapat menurunkan friksi antarrambut, mengkilapkan rambut oleh karena memperbaiki refleksi cahaya yang mengenai batang rambut, dan memperbaiki keadaan rambut yang rusak akibat overshampooed, overdried, overbrushed, overcombed, keriting, pewarna, pemutih, atau styling yang menyebabkan kerusakan pada korteks rambut yang merupakan kekuatan dari rambut. Bahan pelembut yang sering digunakan adalah lemak, protein, polimer atau silikon, adeps, lanolin, oleialkohol, dan asetogliserida.

3. Pembentuk busa

Pembentuk busa adalah bahan surfaktan yang masing-masing berbeda daya pembuat busanya. Busa adalah emulsi udara dalam cairan. Kemampuan membentuk busa tidak menggambarkan kemampuan membersihkan. Busa yang terbentuk akan segera terikat dengan lemak sebum sehingga rambut yang lebih bersih akan menimbulkan busa yang lebih banyak pada pengulangan pemakaian shampoo. Busa yang terbentuk lazim diberi penguat yang menstabilkan busa agar lebih lama terjadi, misalnya dengan menambahkan alkanolamid atau aminoksida.

4. Pengental (thickener) dan pengeruh (opacifier)

Bahan ini ditambahkan untuk menyenangkan konsumen, keduanya tidak menggambarkan daya bersih dan konsentrasi bahan aktif dalam sampo. Zat pengental biasanya gom sintetik/alam : tragakan, gom akasia, hidroksietilselulosa.

Opacifyng agents:

a. alkohol (rantai panjang) : stearil, setil

b.cairan magnesium : stearat, silikat, gom

5. Pemisah logam

Dibutuhkan keberadaannya untuk mengikat logam berat (K, Mg) yang terdapat dalam air pencuci rambut, misalnya etilen diamin tetra asetat (EDTA).

6. pH balance

Diperlukan agar menetralisasi reaksi basa yang terjadi dalam penyampoan rambut, misalnya asam sitrat.

7. Pemberi warna dan bau

Bahan ini ditambahkan untuk memberi kesan nyaman bagi konsumen yang memakai.

8. Bahan tambahan

    1. Vitamin (vitamin E, antenol/B5).
    2. Minyak mink, rempah-rempah, minyak kelapa, llilin.
    3. Protein (RNA, kolagen, plasenta, susu).
    4. Tabir surya kimia.
    5. Antiketombe, misalnya : tar, sulfur, seng pirition, dan selenium sulfida (mencegah segum yang menyebabkan rambut pecah dan berketombe).
    6. Balsam, wortel, madu, jojoba, aloe (lidah buaya).

Pengawet : formaldehid, metilhidroksibenzoat, propilhidroksibenzoat, alkil anisol, butil hidroksi benzoat

Daucus carota

Kandungan

Daucus carota mengandung pirolidina, dausina, daukostenin dan minyak menguap yaitu limonen pinen dan sineol ( Perry, 1980). Umbi wortel juga mengadung zat warna kuning yang disebut dengan karoten (Anonim, 1977)

Taksonomi dari Daucus carota

Divisi                      : Spermatophyta

Anak Divisi : Angiospermae

Kelas                     : Dicotyledoneae

Bangsa                   : Apiales

Suku                      : Apiaceae

Marga                    : Daucus

Jenis                       : Daucus carota

 Formula

Ekstrak wortel                                          0,5       g

Na. Lauril sulfat                                        50        g

Cocomide DEA                                           12,5     g

Cocoamidapropyl betain                       12        g

Asam sitrat                                                 q.s

NaCl                                                                2,5       g

Parfum green tea                                        q.s

Pewarna Rosela                                             q.s

Aquabides                                                    163      ml

Nipagin                                                            0,5       g

Cara Kerja

Panaskan Aqua dan ekstrak wortel sampai panas, tambahkan Na. Lauril sulfat, aduk hingga homogen

Tambahkan cocoamide, aduk sampai merata

Tambahkan NaCl dan Asam sitrat, aduk

Tambahkan pewarna, aduk hingga homogen

Setelah dingin tambahkan parfum, aduk hingga homogen

Pengadukan dilanjutkan hingga diperoleh larutan yang jernih

Analisa Hasil

1.  Pengukuran kemampuan membusa

Larutan shampo diencerkan sampai konsentrasi 1% (10 ml ad 1000ml)

Siapkan bejana reservoir yang dipasang tegak di atas gelas ukur 1 liter

Sebagian shampo dimasukkan bejana sampai batas 15 cm dari kran reservoir

Tuang secara hati-hati, jangan sampai berbentuk busa, 500 ml larutan yang sama

Tuang 50 ml larutan ke dalam gelas ukur

Alirkan larutan shampo melalui kran bejana sebanyak 500 ml

Catat tinggi busa yang terbentuk setelah 30 detik, 3 menit, 5 menit, dan 7 menit (ulangi sebanyak 3x pada suhu kamar)

2.  Pengukuran stabilitas busa

Bandingkan tinggi busa setelah 3,5,7 menit terhadap 30 detik dari data pada pengamatan kemampuan membusa

3.  Tes Stabilitas

Ambil sampel produk, masukkan dalam kemasan

Setelah selang penyimpanan di amati : kenampakan, bau, dan busa (pencatatan sampai terjadi penyimpangan)

4. Analisis Hasil

Warna              : Hijau tua-bening

Bau                  : Green tea

Konsistensi       : Kental cair

Pengukuran stabilitas busa

Waktu

Tinggi busa (replikasi)

Rata-rata

I

II

III

30 detik

2,8

2,9

2,7

2,8

3 menit

2,8

2,8

2,6

2,73

3 menit

2,6

2,6

2,6

2,6

7 menit

2,4

2,6

2,4

2

Pembahasan

Umbi wortel digunakan dalam shampo karena wortel mempunyai efek pendingin yang cocok untuk rambut ynag kering juga karena adanya karetonoid yang berwarna sindur merah yang digunakan sebagai pewarna alami sehingga mempercantik penampilan sampo. Ekstrak wortel, yang kaya akan unsur karoten, vitamin A dan phospholipid yang sangat efektif merawat rambut agar tidak kering dan bercabang. Shampoo ini untuk jenis rambut kering agar rambut tidak mengalami kekeringan, kemerahan dan pecah-pecah

Surfaktan yang digunakan adalah Na Lauril sulfat. Surfaktan ini termasuk surfaktan anionik. Surfaktan ini dikenal sebagai detergent yang mempunyai gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Gugus lipofilik (yaitu asam laurat) akan mengikat minyak dan kotoran yang ada di rambut, sedangkan Na adalah gugus hidrofilik yang membuat kotoran-kotoran tersebut mudah larut dalam air saat pembilasan setelah proses penyampoan. Jadi Fungsi utama dari Surfaktan ini adalah untuk membersihkan kotoran yang ada di rambut. Namun kelemahan dari surfaktan ini adalah dapat mengeraskan rambut

Di dalam formula ini digunakan lebih dari satu jenis surfaktan. Na Lauril sulfat merupakan surfaktan primer,dan surfaktan lainnya disebut dengan surfaktan pelengkap. Surfaktan pelengkap yang dipakai adalah coca amido propil betain. Surfaktan pelengkap ini bersifat amfoterik yang tidak mengiritasi mata.

CAB-30 di dalam formula sampo berfungsi sebagai bahan pembusa. Asam sitrat berfungsi sebagai pH balance, diperlukan agar menetralisasi reaksi basa yang terjadi dalam penyampoan rambut. Karena bila sampo bersifat basa, akan merusak rambut. Penambahan asam sitrat jangan terlalu berlebihan, karena jika terlalu asam akan mengiritasi kulit kepala.

Pewarna yang digunakan adalah pewarna alami yaitu dari infus rosella yang memberika warna orange-merah. Infus rosella yang digunakan sebanyak 30 tetes sehingga warna yang dulunya kuning jernih berubah menjadi hijau jernih akibat penambahan infus rosella yang terlalu banyak. Parfum yang digunakan adalah parfum alami yaitu minyak atsiri green tea. Penambahan parfum harus dalam keadaan dingin karena komponen-komponen dalam parfum dapat rusak pada suhu yang tinggi.

Dalam proses pembuatan shampo, perlu diperhatikan pengadukan dan suhu pemanasan. Pencampuran Na lauril sulfat dengan air dilakukan perlahan-lahan. Penambahan bahan-bahan lain dilakukan dalam kondisi pemanasan. Suhu pemanasan dijaga agar tidak terlalu besar atau tidak terlalu rendah. Selama proses, suhu diusahakan konstan, kira-kira 80oC. Pengadukan selama pencampuran sebisa mungkin konstan, tidak dengan pengadukan keras, agar tidak terbentuk  busa yang berlebihan.

Hasil yang diperoleh adalah sampo berwarna hijau tua jernih, beraroma teh hijau, dan konsistensinya kental semi cair.  Dalam shampo tersebut tidak terdapat busa yang berlebihan. Sediaan shampo yang dihasilkan perlu diuji kemampuan membusa dan pengukuran stabilitas busa

Busa adalah dispersi gas dalam suatu cairan. Busa terbentuk selam pengguanaan bahn pembersih dan merupakan efek samping yang tidak begitu penting tetapi sangat diinginkan konsumen. Sebab konsumen mempunyai anggapan bahwa dengan busa yang melimpah akan menambah aksi dalam membersihkan. Sebenarnya busa tidak dapat digunakan sebagai ukuran aksi atau daya membersihkan, misalnya surfaktan non ionik memberikan reaksi pembersihan yang baik dengan sedikit atau tanpa busa. Metode yang umum diguanakan untuk mengukur tinggi busa dan stabilitas adalah dari Rose Miles. Dari hasil uji pengukuran stabilitas busa, sampo mampu menghasilkan busa yang stabil karena perbedaan tinggi busa per waktu tidak jauh berbeda.

Kesimpulan

  1. Bahan aktif yang digunakan dalam sediaan shampo adalah ekstrak wortel
  2. Surfaktan yang dipakai adalah Na Lauril sulfat
  3. Sediaan shampo yang dihasilkan berwarna hijau tua bening, beraroma teh hijau dan viskositasnya kental semi cair
  4. Dari hasil uji pengukuran stabilitas busa, sampo mampu menghasilkan busa yang stabil
  5. Perlu penggunaan suhu terukur dan pengadukan yang diperhitungkan untuk menghasilkan sediaan sampo yang diharapkan
  6. Tidak perlu penambahan zat warna infuse rosella karena shampo ekstrak wortel sudah memberi warna yang menarik yaitu kuning dari beta-karoten
  7. Perlu digunakan zat warna alami yang sesuai, karena dengan penambahan sedikit infus rosela tidak begitu mempengaruhhi warna sampo dan bila penambahan terlalu besar akan mempersuram warna shampo

I.  TUJUAN

  1. Menganalisis metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kalus kemangi dan kultur suspensi sel kemangi
  2. Mengetahui potensi pelestarian hasil kultur terhadap tanaman asli kemangi

II.  DASAR TEORI

            Tanaman dapat juga dikulturkan dalam berbagai cara untuk menghasilkan bermacam-macam produk farmasi yang berharga, zat warna dan peningkat citarasa yang biasanya diperoleh dari tanaman utuh. Lebih lanjut ada harapan bahwa dimasa mendatang, teknologi ini akan menjadi sumber utama penghasil antibiotika, insektisida, peningkat cita rasa makanan dan zat warna, parfum dan pengemulsi. Produksi persenyawaan kimia untuk keperluan farmasi dan pewarna untuk industri makanan dan kosmetik di dalam kultur sel. Sel-sel tanaman penghasil persenyawaan target dapat ditumbuhkan di dalm bioreaktor besar seperti pada produksi antibiotika dari fungi. Disamping itu, persenyawaan target dapat juga merupakan hasil transformasi dari suatu struktur kimia tertentu denga nilai ekonomi rendah menjadi struktur kimia lain yang lebih berharga. Antosianin yang diguankan sebagai pewarna makanan dan kosmetik sudah dapt diproduksi dengan kultur sel ( Gunawan, 1995)

Metabolit Sekunder pada tumbuhan kemangi (keseluruhana herba)

Mengandung minyak atsiri terdiri dari osmonen, α-pinene, 1,8 sineol, eukaliptol, linalool, geraniol, limonen, metilkavikol, eugenol, eugenol metil eter, anetol, metil sinamat, furfural ( Wijayakusuma, 1943)

Fungsi dari produk sekunder dalam tanaman tidak terlalu jelas, beberapa yang diketahui adalah :

  1. Memiliki peranan dalam pengaturan pertumbuhan dan perkembangan
  2. Memberikan perlindungan kepada tanamn melawan serangga dan fungi atau bakteri
  3. Membuat agar tanaman tidak menyenangkan pada binatang pemangsa
  4. Berfungsi sebagai insektisida

Aktivitas Kalus dari Segi Biokimiawinya

Jalur metabolisme pada kalus kemungkinan mengalami modifikasi saat pengkulturan. Jalur isoenzim pada beberapa protein di Phaseolus vulgaris berubah selam siklus pertumbuhan. Sebagi contoh glutamat dehydrogenase berubah dari pola lima pita elektroporetik menjadi  satu pita elektroporetic setelah subkultur dan  secara perlahan kembali ke lima pita saat menuju akhir periode kultur ( Arnison dan Boll, 1997). Produksi metabolit sekunder juga menunjukkan hubungan yang dekat dengan bagian siklus pertumbuhan diman pembelahan sel perlahan mengalami penurunan. Fase tersebut adalh akhir dari fase lag dan awal dari fase Stasioner ( Yeoman et al, 1980).  Ada hubungan terbalik antara produksi metabolit sekunder dengan pertumbuhan rata-rata dari kultur. Frekuensi produksi metabolit sekunder disesuaikan dengan periode dimana aktivitas differensiasi sel sangat tinggi. Kapasitas untuk mengakumulasi metabolit sekunder dapat berubah dapat berubah dengan perlakuan subkultur yang berseri. Kegagalan kultur jaringan tanamn dalam mengakumulasi senyawa khusus secara tidak langsung disebabkan bukan karena kehilangan potensi biosintesisnya, namun kegagalan dalam potensi menyesuaikan diri dalam lingkungan yang terkontrol. Enzim dalm proses biosintesis yang diamati pada awal isolasi kemungkinan hilang saat subkultur atau setidak-tidaknya keberadaan enzim dalm jumlah sedikit, dengan maksud mengurangi aliran substrat pda jalurnya dibawah level yang terdeteksi. Efek dari ketimpangan ini mungkin mengarah pada akumulasi senyawa intermediet dalam jumlah yang sangat besar, atau untuk membelokkan perkusor dalam sintesis produk secara normal tidak dijumpai. Pada kultur lain, komponen yang terbentuk dalam jalur biosintesis dan potensi biosintesis dipertahankan pada beberapa kali subkultur.

Terpenoid

Terpenoid secara luas tersebar di alam, sebagian besar ditemukan di tumbuhan tingkat tinggi. Senyawa terpenoid berasal dari molekul isopren dan kerangka karbonil yang dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan isopren. Terpenoid terdiri atas beberapa senyawa antara lain minyak atsiri yang tersusun atas monoterpenoid, seskuiterpenoid yang mudah menguap; Triterpenoid yang sukar menguap; Triterpenoid dan steroid yang tidak menguap dan pigmen karetonoid. Setiap golongan terpenoid penting bagi tumbuhan, dalam hal metabolisme maupun ekologi tumbuhan ( Harborn, 1987). Secara kimia terpenoid umumnya larut dalam lemak, dan terdapat dalm sitoplasam sel tumbuhan. Cara umum untuk mendeteksi terpenoid dengan menyemprot KMnO4  0,2% dalm air. Antimon klorida dalam kloroform, Asmsulfat pekat dan Anisaldehid-asam sulfat. Pereaksi yan sensitif dengan ikatan rangkap yaitu dengan uap brom, untuk terpen gugus keton yaitu dengan 2,4 dinitrofenilhidrasin (Harborn, 1987). Identifikasi terpenoid dapat secara Kromatografi Lapis Tipis, yang memberikan berfluororesensi biru pada UV 366 dan pemadaman bercak pada UV 254. Penampakan bercak dengan Anisaldehid asam sulfat memberi bercak warna biru, hijau cokalt, merah pada sinar tampak ( Wagner 1984)

Saponin merupakan salah satu golongan senyawa triterpenoid, yaitu senyawa yang mempunyai kerangka karbonil dari 6 satuan isopren. Secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik ( Harborn, 1987). Saponin dapat diidentifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis, bercak yang ditimbulkan oleh pereaksi vanilin asam sulfat, anisaldehid asmsulfat memberi warna biru, ungu, terkadang warna kuning. Dengan SbCl 3 memberi warna merah sampai ungu pada sinar tampak, pada UV 366 memberi warna merah, ungu, biru, dan hijau ( Wagner 1984)

ALAT  DAN BAHAN

Alat     : Flakon, gelas ukur, erlenmeyer, kertas saring, chamber KLT, pipa kapiler, lampu UV

Bahan : Kalus kering kemangi, kultur suspensi sel kemangi, petroleum eter, silika gel 60 F 254, toluen : etilasetat ( 7:3),  vanilin-asam sulfat

 

CARA KERJA

Kalus kemangi yang telah dikeringkan ditimbang ( 460 mg) ===> A

Kalus dimasukkan dalam flakon

Ditambahkan PE sebanyak 2 ml

Dipekatkan

Totolkan pada plate KLT, elusi dengan fase gerak toluen:etilasetat ( 7:3)

Deteksi bercak dengan UV 254, UV366, reagen semprot vanilin asam-sulfat

Daun kemangi segar diekstraksi dengan petroleum eter ====> B

Ekstrak dipekatkan

Totolkan pada plate KLT, elusi dengan fase gerak toluen:etilasetat ( 7:3)

Deteksi bercak dengan UV 254, UV366, reagen semprot vanilin asam-sulfat

 

Kultur suspensi sel disaring ===> C

Kalus yang tertinggal di kertas saring dikeringkan

Kalus dimasukkan dalam flakon

Ditambahkan PE sebanyak 2 ml

Dipekatkan

Totolkan pada plate KLT, elusi dengan fase gerak toluen:etilasetat ( 7:3)

Deteksi bercak dengan UV 254, UV366, reagen semprot vanilin asam-sulfat

Analisis data : Ketiga bercak A, B, C dibandingkan dalam satu plate

HASIL PERCOBAAN

Fase diam : Silika gel 60 F 254

Fase gerak : Toluen : etil asetat ( 7:3)

Jarak pengembangan : 8 cm

Pereaksi semprot : Vanilin asam sulfat

 

No Rf Sebelum disemprot Sesudah disemprot
UV 254 tampak UV 366 UV 366 Tampak
A1 0,27  
  2 0,44 Hijau Ungu tua
  3 0,52 Hijau Ungu
 4 0,58 Ungu muda
 5 0,71 Jingga
6

B1

0,78

0,18

Jingga

Merah muda

Coklat

 2 0,42 Hijau Ungu tua
 3 0,51 Hijau Ungu
 4 0,58 Ungu
 5 0,67 Hijau
 6 0,7 Jingga
 7 0,78 Kuning Jingga Coklat
 8 0,91 Merah muda
C 1 0,42 Hijau Ungu tua
  2 0,5 Hijau Ungu
 3 0,58 Ungu muda
 4 0,71 Jingga
 5 0,78 Jingga Merah muda
             

Keterangan

A : Ekstrak petroleum eter dari kalus kering kemangi

B : Ekstrak petroleum eter dari daun kemangi

C : Ekstrak Petroleum eter dari kalus kultur suspensi sel kemangi

PEMBAHASAN

            Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk menganalisis produksi metabolit sekunder dari hasil kultur kemangi pada praktikum sebelumnya. Tujuan diketahuinya metabolit sekunder dari hasil kultur adalah; untuk mengetahui apakah kalus dari kemangi menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang sama seperti induknya atau tanaman kemangi aslinya. Seperti yang kita ketahui bahwa kultur kalus kemangi merupakan perkembangbiakan secara vegetatif tanaman dari induk. Jadi dapat diharapkan sifat dan metabolit sekunder yang dihasilkan sama seperti induknya. Itulah yang disebut dengan potesi kelestarian dari hasil kultur. Dalam analisis metabolit sekunder ini juga dapat diketahui senyawa apa yang ada dikalus, sedangkan ditanamn aslinya tidak ada, begitupula sebaliknya. Dengan begitu dapat diketahui apakah kultur kalus dapat mempertahankan kestabilan genetik atau tidak. Dari analisis tersebut dapat ditemukan senyawa baru yang merupakan senyawa intermediet dari jalur biosintesis metabolit sekunder.

            Ekstraksi atau penyarian daun kemangi dan kalus kemangi menggunakan metode yang sama untuk menghindari perbedaan kandungan kimia akibat perbedaan perlakuan. Jadi, jika ingin melakukan perbandingan, maka perbedaan variable sebaiknya diminimalisir. Metode yang dipilih adalah maserasi karena mudah, dan sederhana, mengingat jumlah kalus yang sedikit. Cairan penyari yang digunakan adalah petroleum eter, pemilihan pelarut iniberdasarkan kandungan kimia yang terdapat dalam kemangi. Menurut Heyne 1987, kemangi mengandung minyak atsiri, flavonoid, saponin dan tanin. Minyak atsiri bersifat non polar, sedangkan flavonoid, saponin dan tanin cenderung bersifat polar. Jadi yang terlarut dalam ekstrak petroleum eter adalah senyawa terpenoid, klorofil, dan asam lemak. Pada proses maserasi, harus disertai penggojokan yang kuat atau dengan penggerusan yang kuat, karena kalus berbentuk gumpalan yng sukar hancur. Perlakuan tersebut bertujuan untuk mengeluarkan senyawa-senyawa yang berada dalam sel. Setelah diekstraksi dipekatkan, alu didiamkan beberapa saat untuk mengendapkan agregat-agregat kalus. Pada kultur susupensi sel yang dipanen adalah kalusnya, bukan media cairnya. Hal itu di sebabkan pemindahan kalus ke media cair baru dua hari. Jadi kalus belum terdispersi secara maksimal. Pembentukan metabolit sekunder dalam kultur suspensi sel diperkirakan belum terjadi. Jadi metabolit sekunder belum dikeluarkan ke media.  Lagipula kalus masih dalm keadaan kompak, jadi yang dianalisis metabolit sekunder adalh kalusnya. Kalusnya diambil melalui penyaringan dari media cair. Setelah itu diekstraksi.

Ekstrak kalus kemangi kering, ekstrak daun kemangi dan ekstrak suspensi sel ditotolkan dalam plate yang sama. Lalu dielusikan dengan fase gerak toluen-etilasetat. Dari hasil yang diperoleh, dengan pendeteksian uv 254, kalus kemangi dan kalus suspensi sel terdapat hanya 1 bercak pemadaman pada Rf 0,58. Sedangkan ppada ekstrak aun kemangi terdapat tiga bercak pemadaman dengan Rf 0,58; 0,67; dan 0,78. Berarti pada pada pendeteksian ini ada dua bercak yang tidak dipunyai oleh hasil kultur yaitu bercak Rf 0,67 dan 0,78.

Pada pendeteksian semprot anisaldehid-asam sulfat, ekstrak kalus kemangi dan kalus suspensi sel, terdeteksi 3 bercak yang sama dengan ekstrak daun kemangi. Sedangkan pada ekstrak daun kemangi terdapat 6 bercak. Berarti ada tiga bercak yang tidak dimiliki oleh hasil kultur, yaitu pada Rf 0,187 ( coklat ); 0,71 (hijau) dan 0,91 (merah muda). Pada kalus kemangi, ada bercak yang di UV 254 tidak terlihat tapi terlihat setelah disemprot yaitu pada Rf 0,58. Bila dibandingkan denga bercak daun kemangi, nilai Rfnya sama namun warna bercak yang ditimbulkan berbeda. Pada kalus kemangi warna bercaknya merah muda, sedangkan pada ekstrak daun kemangi bercaknya berwaran cokelat. Harga Rf yang sama tersebut menunjukkan kepolaran senyawa yang sama, sedangkan warna yang berbeda menunjukkan gugus fungsionalnya yang berbeda. Pada pendeteksian bercak di UV 366 setelah disemprot, pada daun kemangi dan kalus suspensi sel muncul 4 bercak, sedangkan pada ekstrak kalus kering terdapat 5 bercak. Hal ini menunjukkan adanya senyawa baru yang terbentuk pada kalus kering, yaitu pada Rf 0,27.  Bercak –bercak pada Rf 0,78 dan 0,71 berfluororesensi jingga, sedangkan bercak pada Rf 0,51 dan 0,42  berfluroresensi hijau. Berfluororesensinya bercak menunjukkan adanya gugus kromofor dan senyawa dengan ikatan phi tekonjugasi.

Dengan penampakan bercak di UV 254 tanpa penyemprotan, menunjukkan adanya drivat penilpropan seperti eugenol, anthole. Sedangkan pada penyemprotan vanilin asamsulfat, menunjukkan warna yang dapat dideteksi secara visual. Dengan fase gerak toluen-etlilasetat, ekstrak daun kemangi memberi bercak warna merah ungu pada Rf 0,91. Menurut Wagner 1996, Ekstrak herba kemangi pada bercak Rf 0,9-0,95 dengan warna merah-ungu sampai coklat ungu menunjukkan adanya senyawa methyl kavikol. Berarti bercak Rf 0,91 adalah mungkin senyawa metilkavikol. Bercak ini tidak dimiliki oleh ekstrak kalus kemangi, berarti kalus kemangi tidak mempunyai senyawa metilkavikol yang lazim dimiliki oleh tumbuhan kemangi . Menurut Wagner 1996, pada bercak Rf   0,1-0,4 setelah disemprot dengan vanilin sulfat, menampakkan warna biru intensif, yang menunjukkan adanya senyawa linalool pada kemangi. Dari hsail praktikum, didapatkan bercak dengan Rf 0,187 dengan warna coklat. Bercak tersebut tidak dimiliki oleh ekstrak kalus kemangi.  Pada fraksi petroleum eter ini yang dapat dideteksi hanya senyawa golongan terpenoid saja. Saponin dapat diidentifikasi secara Kromatografi Lapis Tipis, bercak yang ditimbulkan oleh pereaksi vanilin asam sulfat,  memberi warna biru, ungu, terkadang warna kuning. Berarti pada Rf  0,51 dan 0,42 dimungkinkan adnya senyawa saponin karena bercak tersebut berwarna ungu. Bercak tersebut dimiliki baik kalus maupun tumbuhan kemangi. Jadi dalam kalus kemangi mungkin terdapat saponin yang biasa dimiliki oleh tumbuhan kemangi.

Metabolit sekunder yang dihasilkan ekstrak kalus kering kemangi dan ekstrak kalus suspensi sel kemangi hampir sama. Hal itu dikarenakan kalus baru dipindahkan ke media kultur suspensi selam 2 hari. Jadi waktunya belum cukup untuk melakukan sintesis metabolit sekunder yang selanjutnya. Jadi kalus pada kultur suspensi sel masih membawa sifat kalus waktu di sub kultur.

Dengan tidak adanya beberapa senyawa yang dihasilkan oleh kalus kemangi, berarti kalus belum mempunyai potensi pelestarian tumbuhan kemangi. Hal tersebut mungkin dikarenakan biosintesis metabolit sekunder kurang lengkap. Umur kalus yang didapatkan terlalu muda, dan baru disub kultur satu kali, jadi belum dapat mensintesis metabolit sekunder seperti semestinya. Tetapi untuk ukuran kalus yang baru disubkultur 15 hari, hal tersebut sudah lumayan karena telah mampu menghasilkan 50% metabolit sekunder seperti yang ada dalam tumbuhan kemangi

KESIMPULAN

  1. Kalus kemangi dan kalus suspensi sel belum mempunyai potensi pelestarian tumbuhan kemangi
  2. Metabolit sekunder yang dihasilkan ekstrak kalus kering kemangi dan ekstrak kalus suspensi sel kemangi hampir sama.
  3. Ekstrak yang dianalisis kandungan kimianya adalah ekstrak petroleum eter
  4. Senyawa yang dapat diidentifikasi adalah golongan senyawa terpenoid, yaitu golongan senyawa minyak atsiri ( methylkavikol dan linalool) dan saponin
  5. Ekstrak kalus kemangi tidak memiliki bercak pada Rf 0,91 dan 0,187, yang lazim dimiliki oleh tumbuhan kemangi
  6. Kalus mampu mensintesis senyawa yang dihasilkan pada tumbuhan kemangi yaitu senyawa bercak Rf 0,42; 0,51; 0,71; 0,78

I.             TUJUAN

Menumbuhkan kultur kalus tumbuhan kacang hjau, kemangi dan binahong pada media yang sesuai

II.          DASAR TEORI

Kultur kalus tanaman adalah teknik budidaya kalus tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme. Sel-sel penyusun kalus adalah sel-sel parenkim yang mempunyai ikatan renggang dengan sel-sel lainya. Kalus terbentuk pada tanamn yang mengalami pelukaan dan dapat pula terbentuk akibat tanaman mengalami stress.

Kemampuan bagian tanamn untuk membentuk kalus tergantung pada:

  1. Umur fisiologi bahan tanm waktu diisolasi, untuk pengambilan bahan tanam dari umur fisiologi juvenil lebih baik dibanding umur fisiologi yang mendekati mature.
  2. Musim pada waktu bahan tanam diisolasi
  3. Bagian tanaman yang digunakan sebagi eksplan
  4. Jenis tanaman
  5. Faktor Luar

Ada beberapa tuuan yang bisa dicapai dengan menguasai kultur kalus misalnya:

  1. Dapat menjamin kesinambungan kerja kultur
  2. Dapat menjadi sarana bank plasma nutfah yang efisien.

Sterilisasi Eksplan

Eksplan dicuci lebih dahulu sambil digosok agar debu dan kotoron yang melekat pada daun hilang. Sterlisasi dilakukan dengan larutan bayclean dalam air atau bisa menggunakan larutan sublimat. Sabun cair diguanakan sebagai larutan pembasah (wetting agent ) karena lapisan daun  mengandung stomata. Adanya wetting agent, memudahkan strilisasi masuk dan kontak dengan daun . Lalu daun dibilas dengan aquades steril untuk menghilangkan sterilant-sterilant yang menganggu pertumbuhan sterilant.

Kacang hijau

Kacang hijau (Vigna radiatus L.) mempunyai nama lain, yaitu mungo, mungbean, green-grain, golden grawn. Tanaman ini berasal dari India yang menyebar ke Indonesia dan dapat tumbuh dengan baik di Jawa, Madura, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi Selatan.

KandunganKimia
Kacang hijau mempunyai nilai gizi yang cukup baik, mengandung vitamin B1 cukup tinggi (150-400 i.u.) dan vitamin A (9 i.u.}. Kacang hijau yang sudah menjadi kecambah kaya kandungan vitamin E (tokoferol) yang penting sebagai anti oksidan, dalam mencegah penuaan dini, dan anti sterilitas. Kandungan protein kacang hijau mencapai 24%, dengan kandungan asam amino esensiai seperti isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin. Kacang hijau mengandung karbohidrat sekitar 58%. Pemanfaatan sifat fungsional dari patinya dapat dibuat sebagai tepung bahan berbagai bentuk makanan bayi sampai orang dewasa. Pati kacang hijau terdiri dari amilosa 28,8%, dan amilopektin 71,2%. Kacang hijau banyak diberikan sebagai obat kepada penderita penyakit beri-beri, karena mengandung vitamin B1 yang tinggi..

Klasifikasi botani tanaman kacang hijau adalah sebagai berikut:
Divisi                : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas                 : Dicotyledonae
Keluarga          : Leguminoceae (Fabaceae)
Genus               : Vigna
Spesies             : Vigna radiatus

Deskripsi tanaman

Kacang hijau merupakan tanaman sayur semusim berupa semak yang tumbuh tegak. Tanaman kacang hijau ini diduga berasal dari India, kemudian kacang hijau menyebar ke berbagai negara Asia tropis termasuk ke Indonesia di awal abad ke-17. Tanaman kacang hijau adalah tanaman semusim berumur pendek (60 hari). Panen kacang hijau dilakukan beberapa kali dan berakhir pada hari ke 80-100 setelah tanam.

Kemangi

Kemangi (Ocimum basilicum L. forma citratum Back) secara luas dikenal masyarakat sebagai makann mentah (lalapan) selain sebagai peluruh dan pelancar ASI, penurun panas dan memperbaiki pencernaan (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1993)

Klasifikasi

Divisi                      :  Spermatophyta

Subdivisi                 :  Angiospermae

Kelas                     :  Dicotyledonae

Sub kelas               :  Sympetalae

Bangsa                   :  Solanales

Suku                      :  Lamiaceae

Marga                    ;  Ocimum

Jenis                       :  Ocimum basilicum L. forama citratum Back

(Van Steenis 1975 )

Nama daerah

Kemangi di Indonesia dikenal dengan berbagai naman, yaitu lampes di Sunda, Kemangi di Jawa dan Madura, uku-uku di Bali, lufe-lufe di Ternate (Heyne, 1987)

Deskripsi Tanaman

Herba tegak, sangat harum, tinggi 0,5-0,6 meter. Batang berwarna hijau, tangkai daun 0,5-2,0 cm, halaian daun bulat telur, elips, atau emamnjang dengan ujung runcing. Berbintik-bintik serupa kelenjar, pada sebelah menyebelah ibi cabang. Tulang cabang 3-6, Bunga berupa karangn semu jumlah 6, daun pelindung elips atau bualt telur panjang 0,5-1 cm, Kelopak sisi luar berambut, sisi dalam bagian bawah dalam tabung berambut rapat. Mahkota berbibir dua, dari luar berambut, bibir atas bertaju 4, bibir bawah rata. Tangkai kelopak buah tegak dan tertekan pada sumbu dari karangan bunga. Buah keras, coklat tua, gundul, dan waktu dibasahi membengkak sekali. Tanamn ini memeiliki mahkota bunga putih dan berbau sekali (Van steenis, 1975 )

Penyebaran

Kemangi tumbuh di tepi jalan dan di tepi ladang, di sawh kering, dan dalam hutan jati. Kemangi seringkali disemaikan di kebun-kebun. Kemangi terdapat di seluruh Jawa dan dataran rendah hingga kurang lebih 450 m di atas permuakaan air laut ( Heyne, 1987)

Khasiat

Menurut Hutapea dan Syamsuhidayat (1991), daun kemangi berkahsiat sebagai peluruh air susu ibu, sebagai obat penurun pans, obat sariawan dan obat mual. Selain itu juga dapat digunakan untuk obat diare, penghalang bau keringat, bau nafas, dan bau mulut ( Anonim, 1999 )

Kandungan Kimia

Daun kemangi segar mengandung minyak atsiri sebagai berikut; 1,8 cineole, p-Coumaric acid, p-cymena, limonene, linalool, Methilchaviol, Methyl cinnamate, Myrcene, α-pinene, β-pinene, safrole, dan α terpinene. Kandungan minyak atsiri paling utama adalah linalool dan Methylcaviol (anonim, 2001). Menurut Hutapea dan Syamsuhidayat (1991) daun kemangi selain mengandung minyak atsiri juga menagndung flavonoid, saponin, dan tanin

Binahong

Deskripsi tanamn;

Terna menahun, tumbuh menjalar pada tanamn lain atau pagar. Daun berbentuk bulat jantung, dengan pangkal membulat dan ujung meruncing, daun berdaging, tidak terlau tebak, permukaan mengkilat, tulang daun menyirip, bersulur, mempunyai umbi pada ketiak daun atau disebut juga dengan kormus. Taksonomi tanaman ini belum jelas, namun dimungkinkan tanamn ini termasuk famili Rubiaceae

 

Subkultur.

Pertumbuhan kalus dalam tempat yang tertutup lama kelamaaan dapat mengakumaulasi metabolit toksik serta dapat menyebabkan pengeringan dalam media.Waktu untuk melakukan subkultur tergantung dari kecepatan pembentukan kalus, bila kalus yang terbetuk besar maka dapat dipotong-potong menjadi potongan inokulum ( george & Hellington, ). Frekuensi subkultur bervariasi tiap spesies dan kondisi pertumbuhan.  Kalus yang dipindahkan jangan terlalu kecil karena akan menghambat pertumbuhannya agar tidak mati.diameter 5-10mm brt 20-100 mg (Dodds). Alasan pengadaan subkultur

  1. Pertumbuhan kalus yang cepat dan memenuhi botol
  2. Kultur perlu diperbanyak lebih lanjut, dengan alasan perbanyakan.
  3. Terjadi browning, terutama pada awal isisasi, akibat senyawa fenolik yang keluar dari irisan
  4. Media tumbuh mengering, agar-agar menciut
  5. Nutrisi dalam media habis, kalusn menunjukkan gejala defisiensi
  6. Kultur membutuhkan media yang sussnanya baru agar diferensiasinya dapat berjalan lebih lanjut
  7. Kultur menunjukkan gejala fiitrous, daun batang lunak agak transparan karena kekurangan lignin, oleh karena itu perlu dipindahkan dalam media lain dengan kadar sitokinin yang rendah.

            .III.       ALAT DAN BAHAN

Alat :

  1. Aseptik case
  2. petri steril
  3. gagang skapel steril
  4. pisau steril
  5. pinset steril
  6. lampu spiritus
  7. erlenmeyer
  8. pot kultur

 

Bahan :

1. Biji kacang hiaju

2. Daun kemangi

3. Daun Binahong

4. Media Steril

5. Air steril

6. larutan alkohol 70%

7. Sublimat

  1. Bayclean®

 

IV.        CARA KERJA

 Kultur Kalus Tumbuhan Kacang Hijau

Siapkan eksplan ( Batang, kepala kecambah, daun ) biji kacang hijau yang telah dikecambahkan

                                                                        ↓

Siapkan media steril

Tanam eksplan secara aseptik pada media 2,4 D dengan posisi yang berbeda

Diberi pelabelan

Simpan dalam Inkubator

Amati Pertumbuhan yang terjadi

Kultur Kalus Daun Kemangi

Daun Kemangi disortasi, dicuci pada air mengalir

Daun dicuci dengan air sabun lalu dibilas

Daun lalu dimasukkan dalam campuran air dan Bayclean (4:1) digojog selama 15 menit

Daun Dibilas tiga kali memakai aquades (3’, 5’, 7’)

Siapakan kotak aseptik

Eksplan yang telah disterilkan, dipotoang bagian tepinya

Permukaan daun digores atau dilukai, untuk memacu pertumbuhan

Masukkan eksplan pada media MS 2,4 D

Simpan dalam Inkubator

Amati pertumbuhan yang terjadi

Kultur Kalus Daun Binahong

Daun Kemangi disortasi, dicuci pada air mengalir

Daun dicuci dengan air sabun lalu dibilas

Daun lalu dimasukkan dalam campuran air dan Sublimat 6 mg (0,3%) digojog selama 7 menit

Daun Dibilas tiga kali memakai aquades (3’, 5’, 7’)

Siapakan kotak aseptik

Eksplan yang telah disterilkan, dipotoang bagian tepinya

Permukaan daun digores atau dilukai, untuk memacu pertumbuhan

Masukkan eksplan pada media MS 2,4 D

Simpan dalam Inkubator

Amati pertumbuhan yang terjadi

 

Subkultur Kalus Kemangi

Siapkan kotak aseptik

Ambil kalus kemangi dari pot

Pilih kallus yang masih bagus, tidak terkontaminan, dan tidak browning

Pisahkan kalus dari media dan potongan eksplant

Kalus dipotong-potong menjadi bagian kecil

Timabang ppot media yang kosong

Masukkan potongan kalus tersebut ke media MS 2,4 yang baru

Timbang pot media yang telah diisi kalus

Simpan dalam inkubator

Amati pertumbuhan yang terjadi

 

V.           HASIL PERCOBAAN

 

Kultur Kalus  Kacang Hijau ; total = 9 pot

 

Keterangan

Σ

12 Okt 06

hari-ke 2

13Okt 06

hari ke3

14 okt 06

hari ke 4

16 okt 06

hari ke 6

1 nov 06

hari ke21

21 nov 06

hari ke 42

Batang

Berdiri

1

kontam

kontam

kontam

Kontam

kontam

Kontam

Batang

Tidur

2

Semua tdak ada respon

Ada semacam kumpulan lendir di ujung  batang

Tumbuh kalus dan akar

Kalus membesar akar memanjang, banyak serabut di tengah

Kalus bertambah besar

Waran kalus cokalt tua

Kepala

Kecambah

4

Batang memanjang, tumbuh daun

Sama seperti sebelumnya

Pangkal tumbuh akat

Akar memanjang, daun membesar

Tumbuh kalus di  ujung, waran cokalt

Daun bewarna cokalt

Daun

2

Tidak ada respon

Pangakal daun memanjang

Tumbuh kalus di ujung

Batang memanjang, tumbuh akar

Sama aeperti sblumnya

Daun mulai membusuk

 

 

Kultur Kalus Daun Kemangi ( Total 10 pot )

 

Keterangan

Hari ke 2

Hari ke 3

Hari ke 6

Hari ke 7

Jmlh mati

3

3

1

Jmlah tmbuh

4

3

Trbntk kalus

4

3

Kontaninasi

3

3

1

Tanda-tanda

Daun menghitam

Tumbuh benjolan putih di tepian luka

Tepi daun melengkung, kalus membesar

Jmlh pot sisa

10

7

4

3

 

 

Kultur Kalus Daun Binahong ( Total = 9 pot)

 

Keterangan

Hari ke 2

Hari ke 3

Hari ke 7

Jmlh mati

1

Jmlah tmbuh

7

Trbntk kalus

7

Kontaninasi

1

1

Tanda-tanda

Daun menghitam

Ada gumpalan putih tipis di sepanjang tepi daun

Jmlh pot sisa

9

8

7

 

Subkultur

Hasil Subkultur dari Kalus daun Kemangi selama 14 hari

Hasil sub kultur dipanen pada hari ke-15

Kalus basah dikeringkan selama 2 hari

Berat Alum foil kosong

Berat kalus basah +  Alumunium foil

Berat kalus kering + Alumunium foil

378,7 mg

1325,1 mg

460 mg

Berat kalus basah = 1325,1 mg – 378,7  = 947,3 mg

% Bbot penyusutan kalus = 1325,1mg – 378,7 mg x 100% = 91,42%

                                                                     1325,1mg

 VI.        PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dilakukan kultur kalus dari tanaman kecambah kacang hijau, daun kemangi, dan daun binahong. Subkultur dilakukan pada kalus kemangi media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Media MS ( Murashige skoog ). Media MS dipakai secara luas dalam kultur jaringan tanamanHal ini mengacu pada penelitian Dalay (1998) yang berhasil menumbuhkan kalus dari tanaman selasih ( Ocimum basilicum L. Forma Violaceum ) menggunakan media MS. Kemangi dan Selasih merupakan spesies yang sama, jadi dengan menggunakan media yang sama diharapkan hasil yang tidak jauh berbeda. Media MS ini memiliki kandungan mineral dan nitrogen yang tinggi dalam bentuk amonium ( Gamborg dan Shyluk, 1981). Kadar Ammonium yang tinggi ini diperlukan untuk regenerasi. Kandungan garam mineral yang tinggi layak untuk memenuhi kebutuhan sel tanaman dalam kultur.

Pertumbuhan dan perkembangan kalus dipengaruhi oleh penambahan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur akan berinteraksi dengan hormon endogen dan  menentukan keberhasilan induksi kalus serta differensiasnya. Zat pengatur yang ditambahkan dalam media MS ini adalah 2,4 D. Zat pengatur ini termasuk golongan hormon auksin yang stabil dan kuat. Menurut Witherell (1984) 2,4 D merupakan auksin sintesis yang cenderung menyebabkan pertumbuhann kalus.

Kultur Kalus Herba kacang Hijau

            Sebelum dilakukan kultur kalus herba kacang hijau, dilakukan perkecambahan biji terlebih dahulu dalam media steril. Perkecambahan ini bertujuan untuk mendapatkan eksplan yang masih juvenil dan terjaga sterilitasnya. Pada perkecambahn biji, akan didapatkan tanaman yang muda. Tanamn muda ini bersifat merismatik. Tanamn muda ini akan cepat membentuk kalus. Kecambah steril merupakan sumber eksplan yang baik karena sel-selnya masih muda dan memiliki daya tumbuh tinggi. Pembuatan kecambah sterilsering dilakukan untuk digunakan sebagai eksplan kultur kalus.

            Pada penumbuhan kecambah, selain menggunakan air pada cawan petri, juga dapat digunakan media MS tanpa penambahan fitohormon. Sebelum ditanam, biji kecambah disortasi dahulu dengan merendamnya dengan air, biji dipilih yang benar-benar tenggelam. Jika biji mengapung  atau melayang, itu pertanda biji  telah rusak dan tidak ada isinya. Hal ini penting diperhatikan, mengingat keberhasilan kultur jaringan tergantung juga denag pemilihan eksplan yang baik. Karena penanaman dalam keadaan aseptik, maka biji kacang hijau disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70%, gojog selama 2 menit, alkohol dibuang. Biji disterilisasi lagi dengan larutan Natrium hipoklorit dan digojog selama 20% . Setelah disterilkan biji diletakkan di media padat, jumlah biji yang ditanam tidak terlalu banyak karena dikhawatirkan penyerapan nutrisi kurang maksimal karena terjadinya kompetisi antar individu.

            Hasil yang didapatkan biji tumbuh menjadi kecambah dalm waktu yang relatif singkat, yaitu pada hari ke 2 sudah mulai berkecambah, pada hari berikutnya mulai berkembang dan pada hari ke 6 organ tanaman sudah mulai lengkap; yaitu terdiri dari daun, batang dan akar. Pertumbuhan yang cepat ini disebabkan oleh biji sudah mempunyai kandung lembaga yang menyimpan cadangan makanan, dan dalm biji tersebut sudah terdapat hormon pertumbuhan endogen dari biji itu sendiri. Jadi tanpa penambahan hormon dari luar, sudah dapat tumbuh secara wajar dan optimal.

            Dari tumbuhan kecambah yang steril ini, dapat dijadikan eksplan. Eksplan ini sudah dalam keadaan steril, jadi tidak perlu dilakukan sterilisasi eksplan. Eksplan diambil dari media dalam kotak aseptik, lalu ditanam dengan berbagai variasi penanamn, yaitu variasi organ yang ditanam, dan letak penanaman. Eksplan ini berusia sangat muda ( 7 hari). Jadi sel-sel yang menyusun eksplan ini masih bersifat merismatik. Karena masih bersifat merismatik, tidak perlu adanya proses meristemoid, dengan pelukaan. Tetapi pelukaan perlu dilakukan untuk menginduksi pertumbuhan kalus dengan cepat.

Organ yang ditanam dalam media MS 2,4 D  terdiri dari batang, kepala kecambah, dan daun. Sedangkan batang masih dimodifikasi lagi dengan letak penanaman yaitu secar vertikal dan horisontal. Penanaman secara horisontal berarti seluruh bagian batang kontak dengan media, sedangkan penanamn secar vertikal bagian yang kontak dengan media adalh ujung bawah batang. Variasi penanamn ini bertujuan untuk mengetahui tingkat potensi pertumbuhan kalus pada masing-masing organ tanman kecambah. Sedangkan variasi peletakan eksplan pada media bertujuan untuk mengetahui bagaimana tingkat pertumbuhan kalus dalam hubunganya keefektifan penyerapan nutrisi dari media.

Dari hasil yang diperoleh tingkat kecepatan pertumbuhan kalus dari masing-masing organ adalah sebagai berikut :

Organ yang ditanam

Kalus tumbuh pada hari ke-

Batang ( Horisontal)

3

Batang ( vertikal )

Kontam

Kepala kecambah

21

Daun

4

Dari data diatas pertumbuhan kalus yang paling cepat adalah batangdengan posisi penanman horisontal. Hal itu disebabkan oleh adanya pelukaan di sepanjang batang, dan di sepanjang batang tersebut kontak dengan media. Kalus tumbuh pertama kali di bagian ujung batang. Ujung batang tersebut merupakan bekas irisan dan di ujung, kalus dapat tumbuh lebih leluasa. Pertumbuhan kalus disertai dengan pertumbuhan akar. Semakin hari kalus bertambah besar dan akar bertambah banyak dan panjang. Fenomena ini disebut dengan root like callus, dimana kalus terbentuk seperti akar. Hal itu mungkin disebabkan oleh kadar auksin dalam media yang terlalu tinggi, dimana auksin tersebut dalam kultur memacu pemanjangan sel, sehingga seolah-olah terbentuk akar. Selain itu eksplan itu sendiri mempunyai hormon auksin endogen sendir, sehingga dengan hormon auksin eksogenus ( 2,4 D) maka differensiasi kalus cenderung terbentuk akar. Pada hari ke-42 kalus berwarna kecoklatan. Fenomena ini disebut dengan browning. Browning ini disebabkan oleh terakumulasinya senyawa fenolik yang dihasilkan oleh kalus. Senyawa tersebut teroksidasi, sehingga kalus berubah warna menjadi gelap.

Sedangkan batang dengan penanaman vertikal mengalami kontaminasi. Kemungkinan kontaminasi ini bukan berasal dari eksplan karena eksplan dalam keadaan steril, kontaminasi mungkin dari media atau pada proses pengerjaanya

Pada organ daun, kalus tumbuh pada hari ke-4. Kalus tumbuh di ujung potongan daun. Hal itu wajar karena tempat tersebut adalah bekas irisan (pelukaan) sehingga memacu proses pertumbuhan kalus. Selain tumbuh kalus, ujung daun juga memanjang, dan tumbuh akar. Ujung daun memanjang menjadi batang disebabkan karena ujung daun tersebut masih bersifat merismatik. Dengan adanya media yang sesuai, sel-sel akan membelah dan membesar sehingga ujung daun memanjang, seolah-olah tumbuh batang. Pada hari ke 42, sebagian  daun tampak membusuk, hal tersebut sel-sel yang ada pada daun sudah mati. Hal itu mungkin disebabkan oleh nutrisi dalam media yang mulai habis, atau terakumulasinya metabolit toksik.

Pada penanman kepala kecambah, kalus tumbuh pada hari ke 21. Tidak seperti organ lainnya, pertumbuhan eksplan ini tidak didahului oleh pertumbuhan kalus, tapi pertumbuhan batang, daun dan akar. Pada hari ke-3 batang ujung kepala memanjang, dan daun mulai keluar dari lembaga bijinya. Setelah itu, diikuti oleh pertumbuhan akar pada ujung kepala kecambah. Organ-organ tersebut terus memanjang. Pada akhirnya pada hari ke 21 tumbuh kalus di ujung. Dan pada hari ke 42, kalus berwarna coklat dan warna daun menjadi gelap.

Pertumbuhan Kalus kemangi

      Eksplan dalam kultur kalus ini adalh adalah potongan daun kemangi. Pemilihan letak daun berdasarkan pertimbangan, bila daun terlaulu muda daun ke 1 dan ke 2 , sangat rentan terhadap sterilan. Sedangkan daun yang terlalu tua sering terjadi pengeluaran senyawa fenol, dan sukar dilakukan proses differensiasi melalui pelukaan. Senyawa ini mengikat senyawa oksida dari udara luar menjadi senyawa fenolat yang meneyebabkan eksplan berwarna coklat dan kemudian akan mati (Hendrayono & Wijayanti,1994). 

Karena daun kemangi diambil dari lingkungan luar, maka sebelum penanaman, dilakukan sterilisasi terlebih dahulu. Lapisan daun yang terluar biasanya terinfeksi spora dan sel-sel mikroba, sebelum diatanam daun distrerilkan terlebih dahulu. Daun kemangi dicuci lebih dahulu sambil digosok agar debu dan kotoron yang melekat pada daun hilang. Sterlisasi dilakukan dengan larutan bayclean dalam air. Sabun cair diguanakan sebagai larutan pembasah (wetting agent ) karena lapisan daun kemangi mengandung stomata. Adanya wetting agent, memudahkan strilisasi masuk dan kontak dengan daun . Lalu daun dibilas dengan aquades steril untuk menghilangkan sterilant-sterilant yang menganggu pertumbuhan sterilant.

Daun yang sudah disterilkan dipotong dengan ukurann tertentu. Ukuran  potongan daun mempengaruhi jumlah cemaran dan kontaminan yang terperangkap dalam jaringan Eksplan yang besar kemungkinan akan mengandung cemaran yang lebih banyak Eksplan yang besar dapat tumbuh lebih baik daripada eksplan yang berukuran kecil, karena penyerapan nutrisi dan aerasi gas yang baik ( Hendrayono & Wijayanti , 1994). Oleh karena itu dicari eksplan dengan ukuran eksplan yang optimal dan efektif. Dalam praktikum ini ukuran eksplan hanya perkiraan saja, tergantung pada ukuran pot yang digunakan.

Eksplan yang sudah siap ditanam, dilukai atau digores melintang denagn tulang daun. Penggoresan ekasplan ini  untuk mempercepat pertumbuhan kalus, karena secara alamiah kalus terbentuk dalam keadaan stress ( Santosa,  ). Kalus akan terbentuk pada goresan ini. Goresan jangan terlalu banyak agar eksplan tidak mati. Eksplan diletakkan di media denga sedikit penekanan agar seluruh bagian eksplan dapat kontak dengan media sehingga penyerapan eksplan dapat maksimal. Penanman eksplan janga sampai tenggelam karena akan menggangu aerasi dan dapat menimbulkan kesulitan saat pengambilan kalus waktu sub kultur. Sesuadah ditanam diinkubasi suhu 22-28oC. Pengerjaan eksplan dilakukan secara aseptik baik sebelum penanaman maupun sesudah penanamn. Mulut botol pot, pinset, skapel, dilewatkan dalam api spiritus sebelumnya digunakan agar meminimalisir kontaminasi.

Dari hasil praktikum didapatkan pertumbuhan kalus daun kemangi muncul pada hari ke 6. Dari 10 pot yang dikulturkan, ada 3 pot yang tumbuh kalus dan 7 sisanya terkontaminasi, tiga diantarnya daun menghitam, yang berarti daun sudah rusak (selnya mati). Pada hari ke 6 tumbuh benjolan putih di tepian luka (goresan). Pada hari ke 7 tepi daun mulai melengkung dan gumpalan putih muali membesar, itu merupakan pertanda pertumbuhan kalus.

Kultur Kalus binahong

            Secara garis besar, cara kerja kultur kalus daun binahong sama seperti kultur kalus kemangi. Perbedaanya namun terletak pada jenis sterilant dan lama penggojogan dengan sterilant. Strerilant yang digunakan adalh larutan sublimat 0,3%, sedangkan dalan kultur kalus daun kemangi menggunakan larutan bayclean 25%. Pada kultur kalus binahong ini, lama penggojokan dengan sterilant selama 7 menit, lebih singkat daripada kultur kalus kemangi. Hal itu disebabkan sifat larutan sublimat yang begitu korosif. Penggunaan bahan ini harus hati-hati karena bersifat racun, maka dari itu sterilisasi menggunakan Raksa (II) klorida (larutan sublimat) waktunya lebih pendek. Bila sterilisasi terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan pada eksplan ( berwarna cokalt) sehingga eksplan tersebut tidak akan menjadi kalus.

            Dari hasil praktikum didapatkan pertumbuhan kalus setelah hari ke 7. Dari total 9 pot, hanya 2 pot yang terkontaminasi, sedangkan 7 pot lainnya tumbuh kalus, walaupun hanya ada gumpalan putih tipis di sepanjang tepi. Didalam pengamatan, potongan daun tampak berwarna gelap, hanya beberapa saja yang berwarna hijau segar. Hal ini akibat pengaruh dari sterilant yang digunakan.

Evaluasi waktu inisiasi  kalus pada masing-masing tumbuhan, dengan media yang sama

No

Bagian tumbuhan

Kalus tumbuh pada hari ke-

1

Batang kacang hijau

2

2

Daun kacang hijau

3

3

Daun kemangi

6

4

Daun binahong

7

5

Kepala kacang hijau

21

 Dari data di atas, pembentukan kalus yang tercepat adalah batang kacang hijau, hal ini wajar karena  sel penyusun dari organ tersebut terdiri atas sel muda (merismatik) sehingga memiliki daya tumbuh tinggi, sehingga cepat terbentuk kalus. Begitu juga dengan daun kacang hijau. Pembentukan kalus daun kemangi lebih cepat daripada daun binahong. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor dalam daunnya sendiri, misalnya ketebalan daun, jumlah hormon endogen, permukaan daun yang sulit menyerap nutrisi dari media. Atau faktor dari jenis sterilant. Sterilisasi daun binahong menggunakan sublimat yang cenderung merusak jaringan daun, sehingga daun berwarna coklat ( sel mati ), dengan keadaan begitu pertumbuhan kalus terhambat. Selain itu karena  proses pengerjaannya, misalnya banyaknya luaka yang digoreskan, potongan ukuran daun, dan pemilihan eksplan daun. Pembentukan kalus yang paling lama adalah kepala kecambah dari kacang hijau. Walaupun sama-sama penyusunanya adalah sel-sel meristem, namun eksplan tersebut mempunyai kecenderungan untuk membentuk atau memperbesar organ tumbuhan terlebih dahulu. Karena eksplan tersebut berasal dari bakal biji (kandung lembaga) kacang hijau, jadi eksplan tersebut cenderung meneruskan pertumbuhan kecambah seperti normalnya perkecambahan (membentuk daun dan akar, memperpanjang batang.

Evaluasi keberhasilan pembentukan kalus dalam kaitanya dengan Sterilisasi

Jenis eksplan tumbuhan

Jenis senyawa sterilant

Lama penggojokan

% pot yang terkontaminasi

Kecambah kacang hijau

Eksplan steril

1/9 x 100% = 11,1%

Daun kemangi

Larutan Bayclean 25%

15 menit

7/10 x 100%= 70%

Daun Binahong

Larutan sublimat  0,3%

7 menit

1/9×100% = 11,1%

Dari data diatas hasil kultur kalus yang menghasilkan sedikit kontaminasi adalah kultur kalus yang menggunakan eksplan steril dan eksplan yang disterilisasi dengan larutan sublimat 0,3%. Tentunya diantara keduanya ada perbedaan, kultur dengan eksplan steril hasil pertumbuhan kalus lebih cepat dan bagus, sedangkan pada eksplan yang disterilkan dengan sublimat 0,3% pertumbuhan kalus sangat lambat dan hasilnya tidak sebagus kalus kacang hijau dan kemangi. Hal itu disebabkan larutan sublimat merusak jaringan daun, ( terlihat dari bercak hitam pada potongan daun). Sedangkan senyawa  larutan bayclean (Natrium hipoklorit) menghasilkan kultur kemangi yang terbanyak kontaminasinya.   Tetapi larutan ini tidak merusak jaringan daun (eksplan), hal ini dapat dilihat dari warna daun yang hijau terang, tidak ada bercak hitam. Lagipula kalus yang dihasilkan cepat& cukup bagus (merata di setiap goresan). Bagus atau tidaknya kalus yang dihasilkan, bukan hanya ditentukan jenis sterilant saja, namun tidak lepas dari pengaruh faktor intern eksplan itu sendiri ( misalnya; bentuk anatomi daun, morfologi daun, dan hormon endogen lainya) dan proses pengerjaan dalam kultur.

Evaluasi warna kalus

Kalus pda kacang hijau, kemangi dan binahong berwarna putih sampai  ptih agak coklat. Warna kalus tersebut relatif sama. Pada eksplan daun, warna kalus ada yang hijau, tapi sedikit pada bagian dalm kalus, yang diduga masih membawa sifat asli eksplan. Tidak hijaunya kalus diduga disebabkan oleh hilangnya polarisasi yang tentunya jika masih ada dapat mendorong lebih banyak dibentuknya klorofil. Wanan coklat pada kalus mungkin disebabkan terjadinya browning.

Kontaminasi

Jamur dan bakteri yang menkontaminasi pot kultur kalus kacang hijau, kemangi dan binahong relatif sama. Jamur tersebut dalam bentuk kapang berwarna putih bersih  seperti kapas lembut yang tumbuh media dan menempel di eksplan. Disamping itu ada juga  jamur yang berbentuk bercak lendir putih maupun lendir hitam yang tumbuh di media. Kontaminasi ini mungkin disebabkan oleh; sterilisasi yang kurang berhasil saat pengerjaan dan proses pengkulturan yang kurang aseptis.

Subkultur

Subkultur dapat dilakukan pada ketiga jenis kalus diatas. Namun dalam praktikum ini,  subkultur yang dilakukan adalah pada kalus kemangi. Hal itu disebabkan karena kalus dari kemangi bebas kontaminan, kalusnya berwarna putih, dan dihasilkan kalus yang banyak. Sedangkan pada kalus kacang hijau, keadaan kalusnya sudah mengalami browning (pencoklatan). Dimungkinkan kalus ini sudah sampai pada tahap stasioner, karena terjadi akumulasi metabolit sekunder atau toksik (senyawa fenol). Sedangkan pada kalus yang dihasilkan oleh daun binahong amatlah sedikit, hanya gumpalan putih tipis pada tepi daun. Kalau kalus ini disubkultur, dikhawatirkan kalus tersebut akan mati atau tidak dapat bertahan hidup, karena kalus yang terbentuk kecil. Kalus tersebut diperkirakan berada fase lag, dimana kalus tersebut masih dalam penyesuaian (adaptasi), jadi bila ia dipisahkan dari eksplan, dikhawatirkan kalus tersebut belum dapat mandiri dalam melakukan metabolismenya, masih tergantung pada eksplan. Intinya subkultur bagus dilakukan saat kalus berada pada fase eksponensial, dimana selsel kalus berproliferasi dan sudah dapat melakukan metabolismenya sendiri. Kalus yang diperkirakan sudah pada tahap tersebut adalah Kalus daun kemangi.. Kalus yang akan dipindahkan harus terbebas dar media dan eksplan. Jika kalus terlalu besar, maka kalus perlu dipotong-potong. Kalus yang dipindahkan jangan terlalu kecil karena akan menghambat pertumbuhannya agar tidak mati. Kalus yang akan dikulturkan sebaiknya mempunyai diameter 5-10mm berat 20-100 mg (Dodds, 1982). Kalus dipindah ke media yang baru dengan komposisi yang sama. Kalus yang dipindah ke media baru, nanti akan terus berkembang, sel-sel kalus akan berproliferasi. Kalus akan melakukan aktivitasnya dalm hal biosintesis metabolit primer maupun metabolit sekunder.

            Subkultur dilakukan satu kali dan selama 14 hari. Pada hari ke 15 kalus dipanen. Hasil yang didapatkan adalah berat kalus basah = 947,3 mg. Setelah dikeringkan kalus mengalami penyusutan berat yang drastis, yaitu sekitar 91, 42%. Hal itu menunjukkan komposisi terbesar dari kalus adalah air. Diman kalus tersebut banyan menyerap air dari media.  Selam sub kultur, kalus tidak mengalami differensiasi sel, kalus masih dalam keadaan kompak Kuantifikasi pertumbuhan kalus pada praktikum ini, hanya berat basah dan berat kering saja. Sedangkan cell count, Packed Cell volume dan Mitotic Indec tidak dilakukan.

VII.     KESIMPULAN

  1. Media yang digunakan dalam kultur kalus ini adalah media Murasige-Skoog, dengan penambahn zat pengatur tumbuh 2,4 D
  2. Pertumbuhan kalus yang paling cepat adalah pada eksplan batang kacang hijau, yaitu hari ke 2
  3. Kalus kemangi terbentuk pada hari ke 6,  kalus binahong terbentuk pada hari ke 7
  4. Kalus yang disubkultur adalah kalus kemangi
  5. Subkultur dilakukan satu kali dan dipanen setelah 14 hari
  6. Barat kalus basah yang didapatkan adalh 947,3 mg
  7. Penyusutan berat kalus kering adalh sebesar 91,42%

    ____________________________________________________
    *Dokumentasi Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tanaman, tertanggal 30 Desember 2006

TUJUAN

  1. Mengetahui teknik pasca panen dari rimpang temulawak
  2. Mengetahui pengaruh pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan penyimpanan terbuka terhadap mutu dari simplisia temulawak.

DASAR TEORI

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal, dan untuk dapat memenuhi syarat minimal itu, ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain adalah:

  1. Bahan baku simplisia
  2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia
  3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia

Pemilihan sumber tanaman obat sebagai bahan baku simplisia nabati  merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu simplisia, termasuk di dalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan pengolahan maupun jenis tahan tempat tumbuh tanaman obat.

Pembuatan simplisia secara umum dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut:

  1. Pengeringan
  2. Fermentasi
  3. Proses khusus (penyulingan, pengentalan eksudat dll)
  4. Dengan bantuan air (misalnya pada pembuatan pati)

Adapun tahapan – tahapan pembuatan simplisia secara garis besar adalah:

1. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain tergantung pada:

Bagian tanaman yang digunakan

Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen

Waktu panen

Lingkungan tempat tumbuh

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak serta pengotor-pengotor lainnya harus dibuang

3.   Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang    melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengali

4. Perajangan

Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.

5. Pengeringan

Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu lama

6. Sortasi kering

Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.

7. Pengepakan dan penyimpanan

Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air, pengotoran, serangga dan kapang

Klasifikasi tanaman

Curcuma xanthorriza Roxb.

Sinonim                        : Curcuma zerumbet majus Rumph.

Klasifikasi

Divisi                : Spermatophyta

Sub divisi         : Angiospermae

Kelas                  : Monocotyledonae

Bangsa               : Zingiberales

Suku                   : Zingiberaceae

Marga                : Curcuma

Jenis                  : Curcuma xanthorriza Roxb.

Kandungan kimia tanaman

Kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak antara lain; amilum, lemak, tannin, kurkuminoid (zat warna kuning) dan minyak atsiri (Gunawan dkk, 1988). Minyak atsiri 5% (dengan komponen utama 1-cycloisoprene myrcene 85%). Kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin dan demetoksikurkumin (sudarsono dkk, 1996)

Kurkumin adalah kristal berwarna kuning gelap, tidak larut dalam air, larut dalam alkohol. Dalam larutan basa, kurkumin menghasilkan larutan yang berwarna merah kecokaltan yang apabila ditambahkan larutan asm akan berubah warna menjadi kuning ( Sudarsono dkk, 1996)

Bentuk kristal kurkumin, adalah batang atau prisma, dengan titik leleh 183-185oC. Kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985)

Kurkumin mempunyai kelarutan yang rendah, tidak stabil dalm larutan, tidak stabil pada pH dan cahaya sehingga sukar untuk dibuat dalam bentuk sediaan (Tonnesen dan Karisen, 1997). Kurkumin stabil pada dibawah pH 6,5. Kurkumin akan terdegradasi di bawah pH 6,5, hal ini disebabkan adanya gugus metilen aktif. Produk degradasi kurkumin dalam lingkungan alkali (pH 7-10) akan menghasilkan asm ferulat dan feruloil metan. Akibat degradasi ini, terjadi perubahan warna larutanya yaitu pada pH 1-7 larutan berwarna kuning, sedang pada pH 7,5-9,1 larutan berwarna merah jingga.

Deskripsi Simplisia.

Rimpang temulawak adalah rimpang Curcuma xanthorriza Roxb. Kadar minyak atsiri tidak kurang dari 6% v/b .

Pemerian. Bau aromatik, rasa tajam dan pahit.

Makroskopik. Keping tipis, bentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm; permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat; bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks; korteks sempit, tebal 3 mm sampai 4 mm. Bekas patahan berdebu, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang

Parameter standar simplisia

Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalma monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia.

Penetapan kadar air

Prinsip metode uji ini adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi, atau gravimetri.

Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara terbuka.

Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan

Penetapan kadar Minyak atsiri

 Penetapan kadar minyak atsiri ini dengan cara destilasi Stahl. Pada metode ini, simplisia yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidh. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup, atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Ciri khas dari metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Penyulingan ini dilakukan pada tanaman yang dikeringkan dan tidak dirusak oleh pendidihan ( Claus dan Tyler, 1970).

Rimpang temulawak mengandung minyak atsiri (7-30%) yang terdiri dari xanthorrhizol, α-antlatone, borneol, iso-borneol, bisacumol, bisacurol, bisacurone, bisacurone epoxide, camphene, camphor, d-camphore, cineol, 1,8-cineol, curzurene, curzerenone,α-curcume, ar-curcumene, curlone, cymene, α-elemene, δ-elemene, turmerone, ar-turmerone, α-turmerone, β-turmerone, isofurano-germacrene, phellandrene, cycloisoprene, isoprenemyrcene, myrcene, p-toluyl-methyl-carbinol, (R)-(–)xanthorrizhol, α-pinen, linalool,α-terpineol, limonene, β-farnesene, germacrone, β-sesquiphellandrne, bisacurone A,B, 1-cyclo-isaoprenemyrcene, sinamaldehid ( anonim, 1979; Wagner dkk, 1984)

Kadar Zat Aktif

KLT Densitometri

Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi ( Harborne, 1987)

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, Kromatografi lapis tipis adalah yang paling cocok untuk analisis obat di Laboratorium farmasi karena hanya memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta paenanganannya sederhana ( Stahl, 1985)

KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan densitometer sebagaai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara kuantitatif. Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata serta ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau memanjang (Soemarno, 2001)

Untuk keperluan standarisai sampel yang mengandung kurkumin, dibutuhkan metode analitik yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid dari bahn-bahan lain yang terdapat dalam tumbuhan, antara lain dapat dikerjakan dengan KLT dan KCKT, tetapi sulit diterapkan dalam sampel biologi. Analisa kurkumin yang yang telah berhasil dilakukan antara lain dengan cara Kromatografi kolom yang dibantu dengan spektrofotometri ( Srinivasan,k 1953); KLT (Sudibyo, 1996), ataupun KCKT ( Tonnesen dan Karlsen, 1983)

I.       Alat dan Bahan

Pembuatan Simplisia

Bahan : Rimpang temulawak sebanyak 2 kg, didapat

Alat    : Pisau, Telenan, Pengiris mekanik, Bak Cuci, Alas pengering, Kain Hitam,  Alat penumbuk

Susut Pengeringan

Bahan  : Serbuk temulawak 10 gram

Alat      : Cawan petri, kertas saring, timbangan, batu kapur tohor, tempat eksikator, Pemanas (tara)

Penetapan kadar Minyak Atsiri

Bahan   : Serpihan Rimpang temulawak 50 mg, aquadest..

Alat  ; Destilasi stahl, flakon

Penetapan Kadar air

Bahan : Serbuk temulawak 10,06gr, toluene 200 ml

Alat     : Destilasi toluen

Penetapan kadar zat aktif

Bahan : Serbuk temulawak 1 gram, etanol 95% 5ml, kurkumin standart, Silika gel 60 F 254, kloroform : metanol : asam formiat ( 95 : 5 : 0,5),

Alat  : Tabung reaksi, kertas saring, corong, flakon, gelas ukur, chamber, densitometer

II.   Cara Kerja

Sistematika Kerja

Hari ke Tanggal Jenis kegiatan
0 28 September 2006 Sortasi basah , pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan
4 2 Oktober 2006 Sortasi keirng, pengepakan, penyimpanan
49 16 November 2006 Penggerusan simplisai temualwak
56 23 November 2006 Penetapan kadar air, susut pengeringan, maserasi serbuk
70 7 desember 2006 Penetapan kadar minyak atsiri, susut pengeringan, penetapan kadar zat aktif (KLT-densitometri)

Pembuatan Simplisia

Penimbangan Curcuma xanthorriza rhizome

Sortasi basah

Pencucian Simplisia

Perajangan Simplisia dengan tebal 3mm-4mm

Simplisia dikeringkan dibawah sinar matahari dan ditutup kain hitam

Simplisia dibolak-balik, hingga kering merata

Sortasi Kering

Sinplisia ditempatkan di nampan, dan disimpan di tempa terbuka

Penulisan Etiket

Simplisia diserbuk dan dihancurkan

Uji kualitas simplisia

Susut Pengeringan

Panaskan cawan petri kosong

Masukkan dalam desikator

Ditimbang sebagai bobot awal

Simplisia 10 gram dimasukkan dalam cawan petri, lalu ratakan

Petri + simplisia ditmbang lagi

*Masukkan dalam tara (pemanas) selama 1 jam

Tutup dibuka untuk menghilangkan uap panas

Cawan petri + simplisia dimasukkan kembali dalam desikator

Cawan petri + simplisia ditimbang lagi

Ulangi langkah dari * dua kali tapi dengan waktu 30 menit

Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Ditimbang 50 mg serbuk kasar temulawak

Dimasukkan ke dalam labu

Ditambahkan air secukupnya hingga serbuk terendam

Dipanaskan dengan destilasi selama 2 jam

Dihitung volume dan kadar minyak atsiri

Penetapan Kadar air

Serbuk temulawak 10,06 gr dimasukkan dalam labu

Ditambah 200 toluen murni yang talah dijenuhkan

Tunggu sampai mendidih

Hitung sakal air yang terkumpul

Penetapan Kadar Zat aktif

Ditimbang 1 gram serbuk temulawak

Maserasi dalam 5 ml etanol

Dgojog selama 30 menit

Masukkan dalm flakon

Ditambah etanol ad 5 ml

Larutan/maserat diuapkan sampai 1 ml

Ditotolkan di KLT  3 μl

Orientasi Kuva Baku Kurkumin

Randemen ekstrak menurut MMI = 3,5 %

Kadar Kurkumin ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi = 1,55%

Jadi dalam 1 gram temulawak terdapat

3,5% x 1000mg = 35 mg sari ekatrak

Dalam 1 gram temulawak terdapat

1,55% x 35 mg =  0,54 mg kurkumin

ekstrak etanolik diaddkan sampai 1 ml => kadar kurkumin 0,54mg/ml = 0,54 μg/μl

Jadi dengan pengambilan 1μl kadar kurkumin = 0,54 μg/μl

Stok kadar kurkumin standar adalah  1 μg/μl

Jadi rentang kadar kurva baku adalah 0,5 μg/μl – 1 μg/μl – 2μg/μl – 4 μg/μl

Volume penotolan adalah 0,5 μl – 1 μl – 2μl – 4 μl

Volume penotolan sampel adalah 3 μl

III. HASIL PERCOBAAN

Pembuatan Simplisia

1. Sortasi basah

Berat awal : 2 kg

Jenis pencemar : tanah, debu, akar

2.  Pencucian

Berat awal : 2kg

Berat setelah dicuci : 2,1 kg

Masalah yang dihadapi : –

3. Perajangan

Jenis alat : mekanik

Tebal  : 3mm-4mm

4. Pengeringan

Jenis : Sinar matahari di tutup kain hitam

Lama pengeringan : 4 hari

5. Pengepakan

Tidak dikemas, ditempatkan di nampan

6.  Penyimpanan

Jenis : Penyimpanan terbuka

7.  Randemen simplisia

Bobot basah bahan : 2,1 kg

Bobot kering simplisia : 0,45 kg

Perhitungan randemen ; 0,45/2,1 x 100% = 21,428%

8. Susut Pengeringan

Susut Pengeringan I

Berat sampel temulawak = 10 gram

Bobot petri kosong = 85,32 gram

Pemansan oven = 105 o C

Menit ke

Berat petri kosong + serbuk temulawak

0

95,34g

60

94,23g

90

94,20g

120

94,17g

Susut pengeringan selama 60 menit

10- (94,23 – 85,32)  gram x 100% = 10,9 %

10

Susut pengeringan selama  90 menit

10- (94,20 – 85,32)  gram x 100% = 11,2 %

10

Susut pengeringan selama  120 menit

10- (94,17 – 85,32)  gram x 100% = 11,5 %

10

Susut Pengeringan II

Berat sampel temulawak = 10 gram

Bobot petri kosong = 84,66 gram

Pemansan oven = 105 o C

Menit ke

Berat petri kosong + serbuk temulawak

0

94, 59g

60

93,35g

30

93,35g

30

93,34g

Susut pengeringan selama 60 menit

10- (93,35 – 85,32)  gram x 100% = 13,1 %

10

Susut pengeringan selama 90 menit

10- (93,35 – 85,32)  gram x 100% = 13,1 %

10

Susut pengeringan selama 120 menit

10- (93,35 – 85,32)  gram x 100% = 13,2 %

10

Rata-rata susut pengeringan selama 60 menit = 10,9 + 13,1 = 12 %

2

Rata-rata susut pengeringan selama 90 menit = 11,5 + 13,1 = 12,5%

2

Rata-rata susut pengeringan selama 120 menit = 11,5 + 13,2 = 12,35 %

2

9. Penetapan Kadar Minyak Atsiri

Berat serbuk kasar  = 50 mg

Volume minyak atsiri = 0,5 ml

Kadar minyak atsiri = 0,5ml/ 50 mg = 1 % b/v

Warna minyak atsiri = bening agak kuning muda

Bau minyak atsiri = khas, getir

Penetapan Kadar air

Toluen 200 ml ditambah 10 ml air, aquadest diambil tersisa 9,6 ml, jadi masih ada 0,4 ml air yang tertinggal di toluen

Berat serbuk : 10,06 gram

Volume toluene : 200ml

Volume air dlm serbuk temulawak = Volume air yang menetes – Volume air dlm toluena

=  1,0 ml –0,4 ml

= 0,6 ml

Kadar air  =  0,6 ml/ 10,0 gr x 100 %  = 6 % v/b

Penetapan Kadar Zat aktif

Penetapan kadar zat aktif secara KLT-Densitometri

Fase diam  : Silika gel 60 F 254

Fase gerak  : Kloroform : Metanol : asam formiat

Kadar kurkumin standar : 1 μg/μl

Penotolan untuk kurva baku satandar kurkumin ; 0,5μl – 1μl – 2μl – 4μl

Penotolan sampel ekstrak etanolik temulawak sampel adalah ; 3μl

Hasil KLT

no Rf Sinar tampak UV 254 UV 366
1 2,3 / 8 =  0,28 Kuning
2 3,4 / 8 = 0,42 Kuning
3 5,3 / 8 = 0,66 Kuning

Data Kurva Baku

Konsentrasi kurkumin ( μg/μl) Luas area
0,5 1, 10014 x 104
1 2,07481 x 10 4
2 5, 46830 x 104
4 6, 71978 x 10 4

Persamaan Kurva baku :a = 0,8055 ; b = 1,6187 ; r = 0,930

Y = bx + a  <=> y = 1,6187x + 0,8055

Luas area sampel kurkumin = 40,69958 x 104

Jadi konsentrasi kurkumin

Y = 1,6187x + 0,8055

40,69958 = 1,6187x + 0,8055

x = 24, 645  μg/μl

Volume pengambilan 3μl = >  24,645 μg/μl

Jadi dalam 1μl  konsentrasi kurkumin = >  24,645 μg/μl = 8,215 μg/μl

3

= 8,125 mg/ ml

= 0,8125 g/100ml

= 0,8125 % b/v

IV. Pembahasan

Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada simplisia rimpang Temulawak  (Curcuma xanthorriza rhizhome). Penanganan pasaca panen ini akan berpengaruh terhadap mutu simplisia yang akan dibuat bahan baku obat. Untuk mengetahui pengaruh pasca panen tanaman obat terhadap mutu dan kandungan simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas simplisia. Uji-uji yang dilakukan dalam praktikum ini  meliputi uji kadar minyak atsiri, susut pengeringan, kadar zat aktif dan uji kadr air.  Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai standarisasi simplisia untuk bahan obat.

Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat simplisia yang baik, benar dan memenuhi syarat. Untuk itu perlu penanganan yang teliti pada setiap tahap teknologi pasca panen. Tahap-tahap tersebut meliputi sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering, pengepakan, dan penyimpanan

Pada sortasi basah, Rimpang temulawak harus dipisahkan dari Pencemar-pencemar lain seperti gulma, rumput, tanah, kerikil, bagian rimpang yang rusak dan bahn tanaman lain atau jenis rimpang lain. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Pada sortasi basah ini juga dipisahkan rimpang dari akar dan batang dari tanaman temulawak. Setelah didapatkan rimpang yang utuh dan bebas dari pencemar, rimpang tersebut ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.. Berat awal didapatkan sebesar 2,1 kg.

Tahap selanjutnya adalah pencucian. Pencucian dilakukan di air yang mengalir yaitu dari sumur dan ledeng. Pencucian menggunakan air sumur perlu memperhatikan pencemar yang mungkin timbul akibat mikroba. Beberapa bakteri pencemar air yang perlu diketahui adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococus, Streptococcus, Bacillus, Enterobacter, dan Escheria coli. Dari hasil penelitian yang diklakukan oleh Frazier (1978) dilaporkan bahwa untuk pencucian sayuran yang dilakukan sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanak 25%. Namun pencucian yang dilakukan sebanyak tiga  kali akan menurunkan mikroba sebanyak 58%. Pada  rimpang dalam keadaan basah mungkin masih terbapat pencemar mikroba. Namun setelah pengeringan nanti pencermar tersebut akan berkurang secara drastis, akibat sedikitnya kandungan air. Pencucian menggunakan fasilitas air air PAM (ledeng) sering tercemar dengan kapur khlor. Jika airnya mengandung kapur klor, akan menyebabkan suasana basa, sehingga kemungkinkan, kandungan kurkumin dalam rimpang dapat  terdegradasi menjadi asam ferulat dan feruloil metan.

Tahap pengubahan bentuk dilakukan dengan merajang rimpang secara melintang dengan tebal kira-kira 3mm-4mm. Tujuan perajangan ini adalah untuk memeperluas permukaan bahan baku, sehingga waktu pengeringan cepat kering. Irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Dengan perajangan, akan terbentuk simplisia temulawak yang mempunyai bentuk yang teratur, mudah dikemas dan mudah disimpan

Pada proses pengeringan, rimpang temulawak yang telah dicuci, dijemur di bawah sinar matahari secara tidak langsung atau ditutup dengan kain hitam. Secara umum , pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan kandungan zat aktif yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar enzimatis seperti hidroliss, oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan turun. Pengeringan simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim akan naik naik dengan adanya air dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa pencucian. Dengan pengeringan, kadar air yang terdapat dalam simplisia akan berkurang sampai pada titik tertentu yang menyebabkan enzim-enzim menjadi tidak aktif. Selain itu, dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri. Kapang sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan kadar air sekitar 18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu simpan simplisia(Hutapea, 1992). Selain itu pengeringan memudahkan pada tahap selanjutnya ( ringkas, mudah dikemas, dan mudah disimpan) Penutupan dengan kain hitam bertuuan untukmenghindari penguapan yang terlalu cepat yang dapt berakibat menurunkan mutu minyak atsiri di dalam rimpang temulawak.

Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak langsung dengan pancaran sinar ultra violet. Simplisia ini ditempatkan pada rak besi yang tebuka bagian sisi kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi udara bagus. Selama penjemuran, simplisia terkadang dibalik-balik , agar pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening, mengingat ketebalan irisan temulawak sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringa juga untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan naungan kain hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat, jadi harus sering dibalik agar simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur pada proses pengeringan dapat mempengaruhi komposisi dari zat aktif maupun minyak atsiri.

Menurut teori, pengeringan simplisia sampai kadar airnya kurang dari 10%, namun dalam praktikum ini tidak dapat ditentukan secara pasti apakah kadar air simplisia kurang dari 10%. Proses pengeringan dihentikan bila simplisia sudah kaku dan bila dipatahkan akan muncul suara. Hal ini dikarenakan titik kekeringan yang tepat biasanya dapat ditentukan dari kerapuhan dan mudah patahnya bagian tanaman yang dikeringkan (Claus, 1970)

Pengeringan irisan temulawak ini berlangsung selama 4 hari, dengan pemanasan sinar matahari pada siang hari dan tanpa tejadinya hujan. Pengeringan sinar matahari dengan naungan kain hitam, relatif berlangsung lebih lama karena sirkulasi udar kurang bagus, sehingga transfer uap air keluar dari rimpang menjadi lebih lambat, jadi kecepatan pengeringan lebih lambat. Pengeringan dengan matahari mempunyai kelebihan yaitu murah, tetapi mempunyai banyak kekurangan yaitu suhu dan kelembapan yang tidak dapat dikontrol, perlu area penjemuran yang luas, mudah terkontaminasi, simplisia mudah hilang, misalnya diterbangkan angin, dimakan hewan atau mungkin mudah dicuri.

Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. Sortasi kering ini dengan memilah-milah simplisia yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan ukuran simplisia yang  memenuhi syarat. Mengingat simplisia dijemur di lingkungan luar, maka perlu diperhatikan adnaya pencemar. Pencemar tersebut diantaranya adalah simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam wadah simplisia temulawak.Serangga yang suka hinggap di simplisia, kotoran hewan dan jenis sampah-sampah lain. Setelah itu ditimbang berat bersih dari simplisia yaitu 0,45 kg. Rimpang dengan bobot basah mempunyai berat basah sebesar 2,1 kg, tetapi setelah diolah  menjadi simplisia kering yang memenuhi persyaratan bentuk dan penampilan, didapatkan hasil sebesar 0,45kg. Jadi randemen sebesar 21,48%

Tahap selanjutnya adalah pengepakan dan penyimpanan.  Simplisia yang telah kering, harus segera dikemas dan disimpan. Simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah agar tidak saling bercampur antar simplisia satu dengan yang lain. Simplisia temulawak ditempatkan dalam wadah nampan dan disimpan dalam keadaan terbuka. Simplisia disimpan dalam suhu kamar yaitu pada suhu antara 15o-30oC. Kelembapan tidak diatur. Penyimpanan simplisia temualwak ditempatkan dalam almari tertutup. Hal ini mempunyai keuntungan yaiu mencegah angin masuk, Serangga sukar masuk dan simplisia tidak terkena sinar matahariyang berlebihan, namun sirkulasi udaranya kurang lancar. Penyimpanan simplisia secara terbuka, kurang begitu melindungi simplisia, karena simplisia kontak langsung dengan udara luar, sehingga kurang terjaganya kelembapan, keutuhan zat aktif dan bentuknya. Dalam penyimpanannya simplisia tersebut harus diberi etiket. Etiket tersebut minimal harus memuat nama simplisia, berat kering, berat basah, tanggal pembuatan, lama pengeringan , jenis pengeringan, dan nama pembuat simplisia.

Setelah pembuatan simplisia selesai, maka simplisia tersebut di uji kualitasnya, apakah memenuhi syarat apa tidak. Uji-uji yang dilakukan pada praktikum ini diantaranya adalah susut pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air, dan penetapan kadar zat aktif. Uji kualitas simplisia setelah penyimpanan terbuka selam 45 hari.

1. Susut pengeringan

Pada uji susut pengeringan, dilakukan  pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur105oC selama 60 menit, 90 menit, dan 120 menit atau sampai berat konstan. Pada suhu 105oC ini, air akan menguap, dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih rendah dari air akan ikut menguap juga. Susut pengeringan dinyatakan sebagai nilai prosen terhadap bobot awal. Pada praktikum ini uji susut pengeringan tidak sampai pada berat konstan karena keterbatasan waktu. Pada menit ke 60 susut pengeringan sebesar 12%. Pada menit ke 90 susut pengeringan sebesar 12,15%, dan pada menit ke 120 susut pengeringan sebesar 12,35%. Dengan begitu, semakin lama pengeringan, semakin besar nilai susut pengeringannya. Tetapi selisih kenaikan susut pengeringan amatlah sedikit yaitu sekitar 0,15% – 0,2%. Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pada proses pengeringan selama 30 menitnya, simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawanya sekitar 12%. Untuk 30 menit berikutnya , simplisia akan kehilangan senyawa dengan kenaikan (selisih) sebesar 0,15% – 0,2%.

Pada simplisia temulawak ini mengandung minyak menguap, jadi susut pengeringan ini tidak bisa dikatakan identik dengan kadar air, karena berat simplisia yang berkurang bukan hanya disebabkan kehilangan air, namun juga ada zat lain seperti minyak atsiri. Sedangkan kurkumin dalam bentuk kristal mempunyai titik lebur sebesar 183-185oC. Jadi pada suhu 105oC, kristal kurkumin ini tidak ikut menguap. Jadi pada susut pengeringan ini simplisia temulawak ini akan kehilangan senyawa sebesar 12, 16% selama proses  pengeringan. Senyawa yang hilang (menguap) paling banyak adalah minyak menguap dan air

2. Penetapan Kadar Air

Menetapan kadar air pada simplisia kering temulawak digunakan destilasi toluen. Seperti yang diketahui, simplisia ini sebelumnya mengalami proses pengeringan sehingga banyak kadar air yang menguap. Sedangkan air yang masih tersisa dalm simplisia sangat sedikit, dan air tersebut berada di dalam sel. Sehingga perlu destilasi toluen untuk mengeluarkan air dari dalam sel. Dengan pemansan, air akan keluar dari sel, ketika keluar, air tidak dapat bercampur dengan toluen, sehingga air memisah dan dapat diukur volumenya.

Tujuan dari penetapan kadar air ini, untuk mengetahui kadar air dalam simplisia kering temulawak. Kadar air yang diperbolehkan dalam simplisia untuk menghambat pertumbuhan jamur dan aktivitas enzim adalah kurang dari 10%,. Pada proses pengeringan belum diketahui secara pasti apakah kadar air sudah kurang dari 10%. Walaupun simplisia dinyatakan sudah kering pada pengeringan matahari, namun simplisia temulawak yang disimpan dalam keadaan terbuka kemungkinan dapat  menyerapa air dari lingkungan sekitar, apalagi bila disimpan dalam jangka waktu yang lama. Maka dari itu diperlukan penetapan kadar air.

Hasil dari praktikum ini, didapatkan bahwa kadar air dari simplisia temulawak sebesar 6% . Hal ini sesuai dengan persyaratan yaitu kurang dari 10%. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa ruang penyimpanan mempunyai tingkat  kelembapan yang rendah, jadi, walau simplisia disimpan dalam keadaan terbuka, simplisia akan sedikt menyerap kelembapan lingkungan. Dari hasil  kadar ini menunjukkan bahwa proses pengeringan sinar matahari naungan kain hitam ( selama 4 hari), berjalan optimal

III. Penetapan kadar minyak atsiri

Simplisia sebelum ditetapkan kadar minyak atsiri, dipotong-potong kecil terlebih dahulu. Proses perajangan ini berfungsi agar kelenjar minyak dapat terbuka secara sempurna. Seperti yang kita ketahui bahwa minyak atsiri dalam kelenjar tanaman dikelilingioleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh kantong minyak atau rambut glandular, sehingga apabila simplisia dibiarkan utuh, proses ekstraksi minyak atsiri berjalan lambat dan tidak efektif. Dengan ukuran yang lebih kecil, difusi yang terjadi berkurang, sehingga pada penyulingan, laju penguapan minyak atsiri dari simplisia menjadi cukup cepat dan efisien, karena tidak banyak uap yang lolos. Tetapi pemotongan simplisia juga mempunyai kelemahan yaitu randemen minyak atsiri akan berkurang, karena penguapan dan komposisi bahan akan berubah (Guenther, 1987). Jadi simplisia dipotong kecil-kecil dan kasar, jangan sampai halus sekali. Karena semakin halus, randemen minyak atsiri akan berkurang.

Penetapan kadar minyak atsiri ini menggunakan destilasi Stahl (penyulingan dengan air). Pada metode ini, bahan yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Simplisia tersebut terendam dalam air. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan yaitu pemanasan langsung. Ciri khas metode ini adlah kontak langsung antara bahan dengan air mendidih (Ketaren, 1987). Rimpang temulawak ditetapkan kadar minyak atsiri menggunakan destilasi  stahl karena alasan sebagai berikut ;Simplisia tersebut dalam keadaan kering, simplisia tersebut tidak rusak oleh pendidihan,  simplisia tersebut mudah tercelup karena bobot jenisnya tinggi, dan simplisia tersebut mudah bergerak bebas dalam air mendidih. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu ekstraksi tidak dapat berlangsung sempurna walaupun bahan dirajang, selain itu ada beberapa ester yang terhidrolisis, senyawa aldehid mengalami polimerisasi akibat pengaruh air mendidih (Samhoedi, 1976)

Dari hasil praktikum, didapatkan kadar minyak atsiri sebesar 1 %b/v. Menurut Materia Medika Indonesia III , rimpang temulawak mengandung paling sedikit 6% minyak atsiri.  Kadar minyak atsiri yang didapatkan dari hasil percobaan, sangat kecil bila dibandingkan dengan kadar di MMI. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :

  1. minyak atsiri banyak yang hilang pada proses pengeringan. Secara teoritis, kehilangan minyak atsiri selama pengeringan lebih besar daripada pengaruh faktor lainnya. Hal ini terjadi karena pada proses pengeringan, air dalam rimpang basah akan berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri dan kemudian menguap. Penguapan minyak atsiri melalui dinding jaringan tanaman tidak dapat berjalan secara langsung, karena minyak atsiri tersebut terlebih dahulu harus diangkut ke permukaan bahan melalui proses hidrodifusi dengan bantuan air sebagai medium pembawa. Selama proses pengeringan sebagian besar membran sel akan pecah dan cairan sel akan keluar masuk dari sel satu ke sel yang lainya membentuk susunan campuran zat yang baru. Selain itu, selama proses pengeringan akan terjadi proses oksidasi, renifikasi, dan reaksi kimia lainnya.
  2. Minyak atsiri akan dioksidasi karena adanya panas. Peneringan dengan ditutup dengan kain hitam, panas yang ditimbulkan akan lebih tinggi, karena kain hitam kan menyerap sinar matahri dan mengubahnya menjadi panas.
  3. Proses peruraian enzimatis dapat menyebabkan penurunan randemen. Reaksi enzimatis tersebut dapat menguraikan kandungan zat aktif bagian tanaman yang dikeringkan termasuk minyak atsiri.
  4. Proses oksidasi oleh udara yang dapat merusak minyak atsiri. Proses oksidasi oleh udara ini sangat mungkin terjadi karena simplisia temulawak dikeringkan di lingkungan luar dan disimpan dalam keadaan terbuka, Sehingga simplisia kontak langsung denga udara bebas, dan dapat dimungkainkan terjadinya proses oksidasi minyak atsiri. Penyimpanan simplisia yang relatif lama ( 45 hari ),  dan dalam keadaan terbuka menyebabkan banyaknya minyak atsiri yang hilang selama penyimpanan.

Pengeringan sinar matahari  yang dinaungi kain hitam, setidaknya dapat mengurangi resiko kehilangan minyak atsiri lebih banyak lagi. Dengan naungan kain hitam, sinar uv yang sampai ke simplisia berkurang karena sinar tersebut diserap oleh kain hitam. Sinar UV dapat merusak minyak atsri yang terkandung dalam rimpang. Sinar uv kemungkinan akan mengkatalisis reaksi oksidasi, polimerisasi dan resinifikasi, yang akhirnya akan menyebabkan berkurangnya randemen minyak atsiri.

Selain dari segi penanganan pasca panen, kadar minyak atsiri juga ditentukan pada waktu panen rimpang temulawak. Simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

4. Penetapan kadar zat aktif

Pada penetapan kadar minyak atsiri ini adalah dengan Kromatografi Lapis Tipis- Densitometer. Kelebihan metode ini adalah ; menghasilkan pemisahan kurkumin yang cukup baik dari analognya, sensitivitasnya yang cukup baik, mudah dalam pengerjaanya, dapat mengukur sampel yang abnyak dalam satu lempeng dan waktu elusi lebih singkat. Kekurangan metode KLT-densitometer ini adalah repeatability jelek, tidak cocok untuk sampel dengan kadar lebih kecil dari mikrogram, dan kesalahan manusia yang cukup besar dalam pengambilan sampel.

Sebelum dipisahkan pada kromatografi lapis tipis, simplisia temulawak diekstraksi terlebih dahulu. Sebelum diekstraksi, simplisia temulawak diserbuk terlebih dahulu. Dalm ekstraksi ini diguanakna serbuk temulawak, dikarenakan serbuk mempunyai ukuran partikel yang kecil sehingga diharapkan akan lebih banyak kurkuminoid yang tersari. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, semakin besar ukuran partikel bahan awal akan semakin tebal lapisan batas, akibatnya akan semakin panjang jarak yang harus ditempuh oleh cairan penyari untuk mencapai zat aktif. Sehingga proses penyarian tidak efektif. Meskipun demikian, serbuk tidak boleh terlalu halus karena, jika dinding sel pecah, zat-zat yang tidak larut akan keluar (anonim, 1986)

Setelah simplisia dalam bentuk serbuk, diambil 1 gram serbuk dan dimaserasi dengan etanol 95%. Hal itu dikarenakan kurkumin sukar larut dalam air, hexana, dan petroleum eter; agak larut daklam benzena, kloroform, dan eter, tetapi larut dalam alkohol, aseton dan asam asetat glasial( Srinivisan, 1953; Stahl, 1985). Kurkumin bersifat semipolar sehingga lebih terlarut dalam alkohol yaitu etanol . Diguanakan etanol 95% karena denga kadar alkohol yang relatif tinggi akan menyari kurkumin secara sempurna. Proses maserasi dilakukan selama 30 menit, sambil digojog. Menggunakan metode maserasi karena metode maserasi lebih sederhana dari metode lain. Metode maserasi relatif lebih mudah pengerjaanya, lebih murah, tidak perlu peralatan yang rumit, dan tidak perlu area yang rumit. Selain itu, bahan yang akan disari yaitu rimpang temulawak dengan kandungan senyawa kurkuminoidnya yang tinggi sehingga cukup dengan maserasi pun senyawa dapat keluar dengan mudahnya. Setelah dimaserasi selama 30 menit, sari di addkan 5ml dengan etanol, lalu dipekatkan sampai 1ml agar seragam dengan kelompok lain.

Ekstrak pekat etanolik, lalu ditotolkan pada plate KLT dengan fase diam silika gel 60 F 254, dengan fase gerak kloroform : metanol : asam formiat ( 95:5:0,5). Karena tujuan sebenarnya adalah untuk menentukan kadar kurkumin dalam simplisia yang diberi perlakuan pengeringan dan penyimpanan tertentu, maka dibutuhkan kurva baku yang terdiri dari konsentrasi kurkumin standart dengan rentang kadar tertentu.

Untuk menentukan rentang kadar kurva baku yang akan dibuat, maka harus memperhatikan randemen standart dalam rimpang temulawak dan  kadar kurkumin yang bisanya terdapat dalam ekstrak etanolik. Karena dalam pengerjaan ekstraksi kurkumin tanpa pemurnian maka, kadar kurkumin yang dimaksudkan adalah kadar pada ekstrak etanolik tanpa purifikasi. Randemen ekstrak etanolik menurut MMI edisi III adalah sebesar 3,5%b/v. Sedangkan kadar kurkumin dalam ekstrak etanolik tanpa terpurifikasi menurut penelitian-penelitian sebelumnya adalah sebesar 1,55%. Jadi setelah dihitung, setiap penotolan 1μl terdapat 0,54 μg kurkumin. Dari data perhitungan itulah dapat digunakan batas-batas perkiraan konsentrasi kurkumin standar yang akan dibuat kurva baku, agar konsentrasi sampel tidak mengalami ekstrapolasi atau tidak jauh melesat dari konsentrasi kurva baku. Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan bahwa konsentrasi kurva baku kira-kira lebih tinggi dari 0,54μg/μl. Jadi rentang kadar yang digunakan dalam kurva baku adalah 0,5μg/μl– 1μg/μl – 2μg/μl – 4μg/μl. Karena kadar stok standar kurkumin adalah 1μg/μl, maka penotolan pada KLT sebesar 0,5μl– 1μl – 2μl – 4μl.

Setelah plate KLT dielusi maka akan muncul tiga bercak dengan daya pemisahan yang bagus. Bercak tersebut dalam sinar tampak akan berwarna kuning. Bercak pertama yaitu dengan intensitas warna kuning yang paling rendah (Rf = 0,287), dalam pustaka disebut dengan bisdesmetoksikurkumin. Bercak kedua yaitu dengan intensitas warna kuning lebuh tinggi ( Rf = 0,42 ), dalam pustaka disebut dengan senyawa desmetoksikurkumin. Sedangkan bercak ketiga dengan ketebalan bercak yang paling tinggi dan intensitas warna kuning paling tinggi (Rf = 0,66). Senyawa pada Rf inilah yang disebut dengan kurkumin. Pada bercak yang nomor 3 inilah yang akan dihitung kadarnya dengan densitometer.

Dari hasil densitometer densitas bercak dapat digambarkan sebagai luas area. Dengan perbandingan antara konsentrasi dan luas area didapatkan persamaan y = 1,6187x + 0,8055. Sedangkaan luas area sampel adalah 40,69958 x 104.  Jadi kadar kurkumin pada simplisia temulawak yang dikeringkan sinar matahari dengan naungan kain hitam dan penyimpanan terbuka adalah 8,125 mg/ ml.  Kadar kurkumin dalam sampel tersebut sangatlah tinggi, bahkan ekstrapolasi terhadap kurva baku. Bila dibandingkan dengan standar, tingginya kadar kurkumin, cenderung tidak dipengaruhi oleh faktor penanganan pasca panen, khususnya faktor pengeringan dan penyimpanan. Hal tersebut lebih disebabkan oleh faktor internal dari rimpang  temulawak itu sendiri, yaitu diantaranya:

  1. Tempat tumbuh dari tanaman temulawak sangat mempengaruhi keberadaan dan kadar senyawa aktif kurkumin, misalnya; temulawak di daerah Imogiri menghasilkan kandungan kurkumin  sebesar 0,625%, sedangkan di daerah samigaluh dan bagelan sebesar 0,37% (Murniwaty, 2003)
  2. Identitas jenis, Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasikan sampai informasi geneti sebagai faktor internal untuk validasi jenis
  3. Periode pemanenan rimpang temulawak. Waktu panen rimpang sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Waktu panen rimpang yang menghasilkan kadar kurkumin tinggi adalah pada musim kering.
  4. Senyawa kurkumin terbentuk secara maksimal di dalam rimpang pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari. Contohnya, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen saat pagi hari. Dengan demikian, untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisika senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

I.      Kesimpulan

  1. Penanganan pasca panen rimpang temu lawak meliputi; Sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan penyimpanan
  2. Pengeringan simplisia temulawak dengan sinar matahari dan ditutup kain hitam
  3. Penyimpanan simplisia temulawak dengan penyimpanan terbuka sealma 45 hari
  4. Prosentase susut pengeringan dari simplisia adalah 12, 16%
  5. Kadar air dari simplisia temulawak adalah 6%
  6. Kadar minyak atsiri dari simplisia adalah 1 %
  7. Kadar zat aktif (Kurkumin) dari simplisia temulawak adalah 8,125 mg/ml
    ___________________________________________________

    * Dokumentasi Laporan Praktikum Teknonolgi Pasca Panen

TUJUAN

Membuat sediaan hand and body lotion yang berfungsi sebagai antioksidan dengan bahan aktif campuran ekstrak teh dan apel

DASAR TEORI

Lotion merupakan suatu emulsi. Emulsi adalah suatu tetes cairan yang terdispersi dalam cairan yang lain dan dapat dilihat dibawah mikroskop atau emulsi adalah suatu sistem heterogan terdiri dari dua cairan yang tidak bercampur, yang satu terdispersi yang lain dalam bentuk tetes kecil yang mempunyai diameter pada umumnya lebih dari 0,1mm (Becher,1977)

Dalam bidang farmasi, secara sederhana emulsi diartikan sebagai campuran homogen dari dua cairan yang dalam keadaan normal tidak dapat bercampur (fase air dan fase minyak) dengan pertolongan bahan penolong yang disebut emulgator.

Sediaan farmasi atau kosmetika dalam emulsi banyak sekali dijumpai dalam sedian topikal maupun sistemik. Untuk sediaan per oral, kebanyakan adalah tipe O/W. Bentuk  ini mempunyai banyak keuntungan selain mudah diabsorbsi juga homogenitas dosis mudah didapat. Untuk penggunaan topikal, tipe emulsi O/W maupun W/O banyak sekali digunakan tergantung maksud penggunaanya

Tumbuh-tumbuhan diketahui kaya akan antioksidan alami misalnya : vitamin E, vitamin C, beta karoten dan flavonoid. Oleh karena itu tumbuhan dapat menjadi sumber-sumber baru antioksidan yang potensial (Kikuzaki dan Nakatani,1993, Al-Saikhan dkk,1995). Bagian tumbuhan yang mengandung aktioksidan tinggi adalah Daun Teh Hijau dan Buah Apel

1. Teh Hijau

Di zaman dahulu, genus Camellia dibedakan menjadi beberapa spesies teh yaitu sinensis, assamica, irrawadiensis. Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu spesies tunggal Camellia sinensis dengan beberapa varietas khusus, yaitu sinensis, assamica dan irrawadiensis. Menurut Graham HN (1984); Van Steenis CGGJ (1987) dan Tjitrosoepomo G (1989), tanaman teh Camellia sinens O.K.Var.assamica (Mast) diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi                : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi         : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas                  : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub Kelas          : Dialypetalae

Ordo (bangsa)  : Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga) : Camellia

Spesies (jenis) : Camellia sinensis

Varietas            : Assamica

Morfologi :

Pohon karena pemangkasan kerap kali seperti perdu, tinggi 5-10 meter. Ujung ranting dan daun muda berambut halus. Daun tersebar,tunggal helaian daun eliptis memanjang denga pangkal runcing, bergerigi, seperti kulit tipis, 6-8 kali 2 sampai 6 cm. Bunga diketiak, berkelamin dua, bunga yang membuka menunduk, garis tengah 3-4 cm, sangat harum, putih cerah (V Steenis, 1975). Senyawa bioaktif di dalam teh, diantaranya adalah;Flavonoid. Flavonol merupakan golongan senyawa flavonoid yang paling banyak pada teh. Monomer flavonol yang paling banyak dikenal adalah katekin. Jenis katekin yang terdapat dalam teh antara lain: epikatekin (EC), epigallocatechin (EGC), epikatekin gallat (ECG) dan epigallokatekin gallate (EGCG) ( Balentine, 2000)

Khasiat :

Antimutagenik, antioksidan, antitumor, dan pencegah kanker (Valac et al,1996)

2. Buah apel

Divisi                  : Spermatophyta

Sub divisi          : Angiospermae

Kelas                  : Dicotyledoneae

Sub Kelas         : Dialypetalae

Ordo (bangsa) : Rosales

Familia (suku) : Rosaceae

Subfamili          : Maloideae

Genus (marga) : Malus

Spesies (jenis) : Malus domestica

Apel  mengandung senyawa phenolic. Senyawa phenolic yang dominan adalah quercetin, epikatekin, dan prosianidin B2 (PMID 14558772). Ekstrak etanol dari apel mempunyai konsentrasi antioksidan yang tinggi. Aktivitas antioksidan berasal dari senyawa polipenol, asm fenolat, dan flavonoid. Kemampuan antioksidan tersebut dapat diukur dengan 1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), beta-carotene bleaching (beta-carotene), dan nitric oxide inhibition radical scavenging (NO) (Leontowicz, 2003).  Senyawa antioksidan fenolik dari buah apel dapat berfungsisebagai antioksidant, sitoprotektive dan antiproliferatif pada sel karsinoma kolon (Tarozzi A, 2004). Apel mempunyai kadar polipenol jauh lebih tinggi daripada buah per dan peach. Kadar polipenol total yaitu 1,2 + 0,12g tiap 100 g apel. Caffeat, p-cumaric dan asm ferulat serta nilai total radical-trapping antioxidative potential (TRAP) pada apel lebih tinggi signifikan daripada buah per dan peach (Leontowicz, 2002).  Biji apel mengandung racun, terdiri dari sejumlah kecil amygdalin dan glikosida sianogen, tetapi membutuhakan banyak biji untuk menghasilkan efek toksik

Penelitian menunjukkan apel dapat menurunkan resiko kanker kolon, kanker prostat, dan kanker paru-paru. Seperti buah lainnya, apel terdiri dari vitamin C, dimana sebagai antiokasidant yang dapat menurunkan resiko kanker dengan mencegah kerusakan DNA.

ALAT dan BAHAN

Alat

Maserasi

  1. Toples
  2. Gelas ukur
  3. Kain flanel
  4. pengaduk
  5. penangas air
  6. wajan
  7. pot ekstrak

Pembuatan lotion

  1. Mortir
  2. Stamper
  3. Sudip
  4. Penangas air
  5. Cawan persolein
  6. pengaduk

Bahan

Ekstrak

  1. Teh hijau cap Kepala Jenggot               200g
  2. Apel                                                                 200g
  3. etanol 96%                                                    375 ml
  4. Aquades                                                         375 ml

Formulasi         :

1. Campuran Ekstrak Teh hiaju dan Apel          2 mg

2.  Bagian A

  1.  Setil alkohol                                                 0,5 mg
  2.  Lanolin                                                           1 mg
  3.  Asam stearat                                                3 mg

3.  Bagian B :

  1. Gliserol                                                      2 mg
  2.  Trietanolamin                                       0,1 mg
  3.  Metil paraben                                      0,75 mg
  4. Aquadest                                              ad 100 ml

CARA KERJA

1. Pembuatan ekstrak teh hijau dan apel

200mg Teh Hijau kering dan 200mg apel segar yang dipotong-potong dimasukkan di bejana

Simplisia direndam dengan penyari campuran etanol 95% dan aquades (1:1) sebanyak 500ml

Biarkan 5 hari, diaduk sehari sekali

Setelah 5 hari , serkai, ampas diperas

Ampas ditambah cairan penyari secukupnya, aduk serkai hingga keseluruhan sari yang diperoleh 750 ml

Buat ekstrak kental

Timbang ekstrak kental yang diperlukan

2. Pembuatan Lotion

Bagian A (setil alkohol, lanolin, asam stearat) dipanaskan sampai 70°C, begitu pula bagian B (gliserol, trietanolamin, metil paraben, aquadest)

Bagian B ditambahkan ke dalam bagian A sedikit demi sedikit  sambil diaduk sampai homogen

Campuran perlahan-lahan didinginkan sambil terus-menerus diaduk sampai suhunya 40°C, sehingga menjadi lotion.

Campuran ditambahkan ekstrak teh hijau dan ekstrak apel

campuran dihomogenkan

Tambahkan oleum jasmin secukupnya, homogenkan

Masukkan dalm wadah dan diberi kemasan

HASIL PERCOBAAN

Didapatkan lotion ebagai berikut:

Volume : 80 ml

Warna    : Coklat susu

Konsistensi : kental-cair

Bau      : Melati

PEMBAHASAN

Kosmetika juga mudah teroksidasi oleh udara sehingga terjadi pemecahan bahan yang terkandung didalamnya, yang akan mengubah warna dan bentuk kosmetika. Untuk mencegah hal tersebut digunakanlah bahan antioksidan. Antioksidan dalam kosmetik berfungsi untuk menghambat degradasi zat aktif dari tabir surya.  (Sugihartini N, 2004, Tesis)

Bentuk lotion adalah salah satu bentuk sediaan yang  cukup banyak digunakan sampai saat ini karena sifat penggunaanya yang praktis dan dapat memenuhi keinginan yang dibutuhkan. Salah satunya diterapkan dalam sediaan Hand & Body Lotion. Dengan menggunakan Hand & Body Lotion dapat mengatasi problema kekeringan kulit serta pelindung efektif terhadap sinar UVA dan UVB. Muirtini, dkk (1995) menjelaskan bahwa penyinaran kulit oleh UVB maupun UVA dapat menyebabkan eritema atau pigmentasi kulit. Manchan (1984) kebiasaan berjemur atau sunbath mengakibatkan hal yang merugikan, yaitu mulai terbakarnya kulit (sunburn), sampai kanker kulit. Dilaporkan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 8 juta penderita kanker kulit di dunia. Bebrapa laporan mengindikasikan teh hiaju dapat mencegah kanker kulit karena teh hijau mengandung polifenol yang bersifat antioksidan. Katekin adalah grup terbesar dari polifenol teh hijau. Katekin yang terpenting adalah epigallocatechin-3-gallate (EGCG), (Murakami, 2002). Tanin dapat menghambat pembentukan oksigen aktif yang dapat menyebabkan oksidasi ( Rauha, 2001; Okuda et al., 1992)

Black (1990) menyatakan bahwa antioksidan memiliki potensi sebagai fotoprotektor. Cahaya UV dapat memacu pembentukan sejumlah senyawa reaktif atau radikal bebas pada kulit. Senyawa dengan kemampuan antioksidan atau penangkap radikal bebas dapat berkompetisi dengan molekul target dan mengurangi atau mengacaukan efek yang merugikan

Daun teh hijau maupun buah apel mempunyai senyawa antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang jika berada pada konsentrasi yang relatif lebih rendah dibandingkan konsentrasi suatu substrat, maka akan teroksidasi terlebih dahulu, sehingga dapat mencegah terjadinya oksidasi substrat tersebut.

Bahan yang digunakan dalam maserasi adalah campran dari daun teh hiaju kering dan buah apel segar. Apel dipotong kecil-kecil agar penyarian sempurna. Bahan yang digunakan bukan berbentuk serbuk karena untuk lebih efisien waktu, dan agar senyawa aktif tidak banyak hilang akibat perlakuan penyerbukan dan pengeringan.

Penyari yang digunakan adalah campuran dari etanol 96% dan aquades (1:1). Pemilihan penyari ini didasarkan atas senyawa yang akan diambil. Senyawa-senyawa yang dibutuhkan adalah senyawa yang besifat  antioksidan seperti polipenol (flavonoid, tanin, katekin dan derivatnya). Glikosida flavonoid dan aglikon yang lebih polar, flavon yang mempunyai gugus hidroksi, flavonol, biflavonoid, auron dan chalkon umumnya diisolasi dari bahan tanaman denagn aseton, alkohol, air, atau campurannya. Kemungkinan pelarut yang baik digunakan untuk mengekstraksi golongan diatas adalah campuran metanol-air (1:1, v/v) (Harborn, 1975). Sedangkan apel yang mengandung polipenol dengan konsentrasi tinggi mempunyai kelarutan tinggi pada air. Tannin terkondensasi dari apel mempunyai kelarutan tinggi pada air daripada monomer katekin (Yanagida,____ ). Maka dari itu, untuk mengambil senyawa aktif dari teh maupun apel digunakan kombinasi pelarut etanol 96% dan aquades.

Pembuatan ekstrak apel dan teh hijau dilakukan dengan cara maserasi. Alasan digunakan metode maserasi adalah metode ini sederhana, mudah dan tanpa pemanasan. Jika ada pemanasan dikhawatirkan senyawa antioksidan akan terurai atau rusak. Pada percobaan perendaman dilakukan selama 5 hari dalam kondisi terlindung dari cahaya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi zat aktif yang telah tersari dari kemungkinan adanya oksidasi oleh cahaya. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam proses maserasi adalah, selama proses perendaman bejana harus ditutup. Hal ini untuk mencegah terjadinya penguapan dari etanol, mengingat etanol mudah menguap. bila etanol banyak yang menguap maka cairan penyari akan berkurang sehingga proses maserasi kurang optimal. Selain itu, dengan adanya etanol yang menguap akan menurunkan kadar etanol dalam cairan pelarut yang dapat mengakibatkan perubahan efektivitas etanol dalam mencegah pertumbuhan kapang, jamur, mikroba.

Rendaman selalu diaduk, dua kali sehari. Pengadukan ini bertujuan untuk meningkatkan kontak antara cairan penyari dengan simplisia sehingga meningkatkan penyarian. Selain itu juga untuk menghomogenkan/meratakan cairan penyari untuk menjaga selalu adanya gradien konsentrasi yang menjadi syarat terjadinya transpor massa. Pada hari kelima dilakukan penyaringan. Penyaringan menggunakan kain flannel agar mampu menahan serbuk sehingga tidak ikut tercampur dengan filtrat Ampas ditambah lagi dengan cairan penyari sampai diperoleh 750 ml sari. Filtrat yang terkumpul dipisahkan, kemudian diuapkan menggunakan pemanasan diatas penangas air dan pengurangan tekanan dengan bantuan kipas angin sambil diaduk-aduk untuk mempercepat penguapan hingga diperoleh ekstrak dengan konsentrasi yang kental. Kontrol dilakukan dengan mengamati secara visual dari ekstrak yang diperoleh. pengamatan terdiri dari warna, bau, rasa, dan konsistensi. Kontrol ini sebagai pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin dari ekstrak. Untuk ekstrak kental didapat data yang berupa rasa pahit, bau khas, dengan warna kecoklatan, konsistensi sangat lengket dan liat. Hal ini disebabkan oleh penyari yang berupa etanol 96%. Serta pada buah apel kandungan gulanya relatif tinggi sehingga menambah kekentalan ekstrak. Karena ekstrak lengket dan menempel pada alat, perhitungan randemen tidak sempat dilakukan.

Pada formulsi, bagian A terdiri dari setil alkohol, lanolin, asam stearat. Bagin A merupakan bagian lipofilik, yaitu terdiri dari bahan-bahan yang larut dalam lemak. Lanolin adalah Adeps lanae yang telah menyerap air atau mengandung air yang ditambahkan. Lanolin mampu menyerap air sampai 30%. Lanolin merupakan basis absorbsi (W/O) dimana sifat-sifatnya adalah Emollient (melunakkan kulit), Occlusive (memberi lapisan penutup diatas kulit), Mengandung air, dan Greasy (mengandung minyak). Pada praktikum inj diguanakan stearil alkohol untuk mengganti setl alkohol. Stearil alkohol ini berperan penting dalam pembuatan emulsi dan sebagai antifoam agent Stearil alkohol ini larut dalam alkohol, eter, benzena dan aseton. Asam stearat sangat sedikit larut dalam air. Asam sterat ini biasanya digunakan dalam vanishing cream dan kosmetika lain..

Bahan Bagian B adalah gliserol, metil paraben, trietanolamin dan aqua. Bagian B ini terdiri dari bahan-bahan yang larut dalam air. Metil paraben sebagai pengawet (preservatif). Pengawet ditambahkan untuk mencegah kontaminasi, pengrusakan dan pembusukan oleh bakteri dan fungi. Hal iitu dikarenakan adanya aquadest dan lanolin merupakan substrat mikoorganisme. Trietanolamin berperan dalam pembuatan emulsi dengan mineral, minyak tumbuhan, parafin dan wax. Trietanolamin larut dalam air dan mempunyai viskositas sebesar 590,5 centipoise pada suhu kamar. Sedangkan Gliserol berfungsi untuk menaikkan viskositas dari emulsi (lotion)

Masing-masing, bagian A dan bagian B dipanaskan pada suhu 70oC. Pemanasan pada bagian A berfungsi untuk melehkan bahan-bahan padat. Sedangkan pemanasan bagian B bertujuan untuk melarutkan dan menghomogenkan bahan-bahan yang ada pada campuran tersebut. Bagian A dan dan bagian B lalu dicampur didalam mortir dengan pengadukan yang kuat. Setelah terbentuk emulsi, ditambahkan ekstrak dan sebagai corigen odoris ditambahkan minyak melati.

Lotion yang dihasilkan viskositasnya rendah atau encer. Viskositas dari Hand and Body Lotin dalam bentuk emulsi dipengaruhi oleh prinsip kerja alat. Untuk hasil yang optimal, maka alat yang diguanakan dalam pencampuran bahan adalah homogenizer. Alat ini mempunyai karakteristik memperkecil ukuran partikel yang sangat efektif. Pengecilan partikel terjadi karena cara alat ini yaitu dengan menekan cairan, dipaksa melalui celah yang sempit dan kemudian dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbukkan pada peniti-peniti metal yang ada pada clah tersebut. Cara ini sangat efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata < 1 um. Semakin kecil diameter partikel, maka semakin stabil sediaan emulsinya. Karena keterbatasan alat, pada praktikum ini tidak digunakan homogenizer.

KESIMPULAN

    1. Lotion merupakan sediaan emulsi
    2. Bahan aktif yang ditambahkan dalam lotion adalah campuran ekstrak teh hijau dan ekstrak apel
    3. Pembuatan ekstrak dengan cara maserasi, dengan pelarut etenol 96% dan aquades (1:1)
    4. Metode pembuatan salep adalah dengan cara peleburan dan pencampuram
    5. Lotion yang dibuat berfungsi sebagai antioksidant————————————————————————-
      *Dokumentasi LaporanPraktikum Fitofarmasetika, tertanggal 22 April 2007.Praktikum yang menyenangkan karena terkesan kaya masak-memasak, beda ma praktikum lain yang bikin eneg, inilah prktikum yang menyenangkan, santai dan bebas berkreasi 🙂

      with the silent n peacefull team : Wahida Nur Azizah n Irwan Kusumawardhana..
      bersama mereka hidupku sebagai praktikan, aman, tentram, dan damai hahaha :D,

      *wida kangeeen ^^

PENDAHULUAN

Pada Kondisi kulit tertentu pelembapan diperlukan oleh kulit untuk mempertahankan struktur dan fungsinya. Berbagai faktor baik baik dari luar tubuh maupun dari dalam tubuh dapat mempengaruhi struktur dan fungsi kulit tersebut, misalnya udara kering, sinar matahari terik, angin keras, umur lanjut maupun penyakit kulit

Oleh faktor-faktor tersebut, kulit dapat menjadi lebih kering akibat dari kehilangan air oleh penguapan yang tidak kita rasakan. Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kemungkinan ini, yaitu dengan adanya tabir lemak di atas kulit. Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah (natural mousturizing factor/NMF) tersebut tidak mencukupi dan karena itu dibutuhkan perlindungan tambahan yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit

Umumnya kosmetika pelembab terdiri dari berbagai minyak nabati, hewan maupun sintesis yang dapat membentuk lemak permukaan kulit buatan untuk melenturkan lapisan kulit yang kering dan kasar, dan mengurangi penguapan air dari sel kulit namun tidak dapat mengganti seluruh fungsi dan kegunaan minyak kulit semual.

Kosmetika pelembab kulit umumnya berbentuk sediaan dalam bentuk cairan minyak tersebut (moisturizing oil) atau campuran minyak dalam air (moisturizing cream) dan dapat ditambah atau dikurangi zat tertentu untuk tujuan khusus.

Dasar pelembapan kulit yang didapat adalah efek emolient, yaitu mencegah kekeringan dan kerusakan kulit akaibat sinar matahari atau kulit menua, sekaligus membuat kulit terlihat bersinar.

Bahan eksotik yang mahal, misalnya minyak mink atau seaweed extract ada yang dimasukkan dalam kosmetika pelembab, hasilnya dalam bidang dermatologi tentu masih diragukan. Namun umumnya harga kosmetika bukan menggambarkan kemampuan kerja kosmetik tersebut karena yang dibeli adalah rasa senang, bau harum, dan image

 

FORMULA

Formula Asli.

Minyak Avocado                            10 ml

Minyak Wortel                                10 tetes

Minyak Evening Primrose         10 tetes

Minyak Jojoba                               10 tetes

Minyak Cendana                              2 tetes

Minyak Lemon                                 2 tetes

Minyak Mawar                                 5 tetes

Minyak Geranium                             1 tetes

Vitamin E (Nature E)                 2 kapsul softgel

Formula hand oil yang dibuat telah mengalami modifikasi dari formula asli karena keterbatasan bahan. Berikut formulanya:

Minyak Zaitun                                10 ml

Minyak Apel                                  10 tetes

Minyak Biji Matahari                      10 tetes

Minyak Jojoba                               10 tetes

Minyak Cendana                              2 tetes

Minyak Lemon                                 2 tetes

Minyak Mawar                                 5 tetes

Minyak Frangipane                        1 tetes

Vitamin E (Nature E)                      2 kapsul softgel

CARA KERJA

    1. Campurkan Semua bahan yang ada pada formula, aduk hingga homogen dan tercampur semua
    2. Temapatkan pada wadah botol kaca

PEMBAHASAN

Hand Oil yang dibuat termasuk kosmetika pelembab yang berbentuk sediaan cairan minyak (moisturizing Oil). Sediaan ini terdiri dari Minyak nabati, minyak atsiri dan Vitamin. Minyak nabati atau Minyak Tumbuhan digunakan sebagai basis dalam sediaan ini.Basis ini termasuk basis berminyak (Oleaginous). Basis ini bersifat melunakkan lapisan kulit (emollient) karena occlusive (meninggalkan lapisan dipermukaan kulit) sehingga akan meningkatkan hidratasi kulitdengan menghambat penguapan air pada lapisan kulit. Bahan inilah yang memberiakan moizturizing effect pada kulit. Yang termasuk dalam minyak nabati dalam formula ini adalah Minyak zaitun, Minyak Biji Bunga Matahari, dan Minyak Jojoba. Minyak-minyak tersebut merupakan minyak yang tidak menguap (nonVolatile oli) dan biasanya mengandung asam-asam lemak esensial.

Minyak zaitun merupakan minyak tumbuhan yang bersifat emolient. Minyak zaitun adalah antioksidant yang baik dan merupakan bahan moisturising yang baik dalam kosmetik. Dalam uji joba pada hewan, penggunaan minyak zaitun secara topikal dapat melindungi kerusaka kulit akibat paparan sinar UVB. Penggunaan Virgin Olive Oil setelah sunbathing dapat mereduksi atau memperlambat proses kanker kulit akibat paparan sinar UVB (Gallardo dkk, 2005)

Minyak jojoba merupakan emolien dan tidak berbau tajam. Minyak jojoba menyerupai konstituen lemak dalam kulit. Tidak seperti minyak tumbuhan lain, Minyak jojoba secara kimia sangat mirip dengan sebum manusia. Minyak ini cocok untuk kulit kering dan menjadikan kulit tersebut terasa dan terlihat lembab. Minyak Jojoba relatif lebih stabil bila dibandingkan dengan minyak tumbuhan lain. Minyak Jojoba mempunyai Indeks Stabilitas Oksidatif sebesar 60, hal tersebut berarti lebih stabil dari safflower oil, canola oil, almond oil dan  squalene. Dalam formulasi kosmetik, minyak jojoba dapat menggantikan minysk ikan paus, setil alkohol dan spermaceti.

Minyak bunga matahari diambil dari biji bunga matahari (Heliantus annus). Setiap 100g miyak bunga matahari mengandung Vitamin E 49mg. Dalam aromaterapi minyak bunga matahari digunakan sebagai minyak carrier (pembawa) minyak atsiri. Sifatnya sangat mudah diserap oleh tubuh dan dapat digunakan untuk semua jenis kulit. Kaya akan kandungan Vitamin E sehingga sangat baik untuk menghaluskan kulit terutama kulit kering.

Selain digunakan Minyak tumbuhan, dalam formula ini digunakan minyak atsiri yang volatile. Minyak ini berfungsi sebagai fragrance atau pemberi aroma yang menyenangkan bagi pengguna. Hal ini perlu karena sediaan ini digunakan pada tangan. Selain itu, minyak-minyak atsiri mempunyai fungsi-fungsi tersendiri yang berguna bagi kulit. Minyak-minyak tersebut adalah Minyak apel, minyak cendana, minyak lemon, minyak frangipani, dan minyak mawar.

Minyak Apel selain sebagi fragrance berfungsi sebagai antioksidan.Apel mempunyai kadar polipenol jauh lebih tinggi daripada buah per dan peach. Kadar polipenol total yaitu 1,2 + 0,12g tiap 100 g apel. Caffeat, p-cumaric dan asm ferulat serta nilai total radical-trapping antioxidative potential (TRAP) pada apel lebih tinggi signifikan daripada buah per dan peach (Leontowicz, 2002).

Minyak Cendana yang digunakan dalam kosmetik selain digunakan sebagai fragrance, minyak tersebut mempunyai efek moisturizing, astringen, dan antiseptik. Minyak ini direkomendasikan untuk kulit yang kering, kulit pecah, dan menua, dapat dicampur dengan minyak tumbuhan dalam sediaan body oil. Para ilmuwa memukan bahwa minyak cendana jika diaplikasikan secara topikal bersifat non iritasi, non tokxic, dan non sensitizing. Minyak cendana dapat membuat kulit nyaman karena memberikan efek dingin pada kulit.

Minyak Frangipane mempunyai bau yang eksotik. Selain itu Minyak ini mempunyai nourishes effect (menutrisi) dan melembutkan wilayah kulit yang kering. Minyak ini juga mempunyai moisturizing effect dan memperbaiki kulit.

Minyak lemon kandungan utamanya terpene hydrokarbon. Efek utama minyak lemon pada kulit adalah antiseptik. Lemon dalam kosmetika biasanya digunakan merawat jerawat, memutihkan kulit dan menghambat pembentukan melanin. Minyak lemon secara tradisional digunakan untuk keperluan aromaterapi, serta  telah ditemukan bahwa minyak lemon dapat meningkatkan resistensi terhadap oksidatif stress jika diaplikasikan dalam kulit (Bagchi, 2000).

Minyak mawar kandungan utamanya terpen alkohol (citronellol). Dalam aromaterapi minyak mawar merupakan fagrance yang baik, yang bersifat menstabilkan, menguatkan, dan memperbaiki sistem syaraf. Mawar dalam kosmetik berfungsi sebagai nourishing skin. Nourishing berarti tidak memberi makan kulit tetapi hanya untuk lubrikasi, mengurangi hilangnya kelembapan kulit dan tidak menghilangkan kerut secara permanen. Minyak mawar cocok untuk kulit yang mature, kering dan sensitif.

Vitamin yang digunakan pada sediaan Hand oil ini adalah Vitamin E. Vitamin E jika digunakan secara topikal dapat sebagai antioksidan sehingga mengurangi kejadian erytrema, photoaging, photocarcinogenesis, edema, dan kulit hypersensitivitas akibat pemaparan sinar UVB. Setelah berjemur di bawah terik matahari, penggunaan kosmetika yang didalamnya mengandung Vitamin E dapat menurunkan memperlambat proses kanker kulit yang disebabkan oleh paparan sinar UVB. Vitamin E sangat potensial jika dalam sediaan kosmetik karena sebagai anti aging topikal karena aktivitas antioksidanya yang kuat (Gallardo dkk, 2005). Vitamin E dipercaya dapat mengurangi kulit yang kasar, kulit yang keriput dan garis-garis pada muka (Chiu dkk, 2003). Vitamin E dapat melawan photoaging yang dibuktikan pada beberapa hewan dan beberapa model kulit secara in vitro (Mayer, 1993)

Dari hasil yang diperoleh adalah sediaan Hand Oil yang jernih dan berminyak. Jika digunakan akan meninggalkan lapisan minyak pada kulit. Hand Oil ini memiliki aroma yang unik. Sediaan Hand Oil ini berfungsi untuk melembabkan kulit tangan agar terhindar dari kekeringan. Tangan merupakan bagian tubuh yang sering kontak dengan udara luar, sengatan sinar matahari dan udara kering. Sehingga diperlukan zat pelembab dan pelindung pada kulit tangan. Hand oil ini memiliki efek emolient, moisturizing, dan  antioksidant.

KESIMPULAN

    1. Formula Luxurious Hand Oil terdiri atas Minyak Tumbuhan, Minyak atsiri, dan Vitamin E
    2. Hand Oil digunakan pada tangan, cocok untuk kulit kering
    3. Hand Oil mempunyai efek moisturizing (melembabkan) pada kulit dan bersifat emolien————————————————————————-
      *Dokumentasi Laporan Praktikum Kosmetika Alami…
      tertanggal 17 Desember 2007
      with the team (lupa sapa aja ^^)

TUJUAN PRAKTIKUM

Mengisoalsi sentawa kafein dari simplisia teh hitam (Camellia sinensis

DASAR TEORI

Di zaman dahulu, genus Camellia dibedakan menjadi beberapa spesies teh yaitu sinensis, assamica, irrawadiensis. Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu spesies tunggal Camellia sinensis dengan beberapa varietas khusus, yaitu sinensis, assamica dan irrawadiensis. Menurut Graham HN (1984); Van Steenis CGGJ (1987) dan Tjitrosoepomo G (1989), tanaman teh Camellia sinensis O.K.Var.assamica (Mast) diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi                      : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub divisi              : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas                      : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)

Sub Kelas              : Dialypetalae

Ordo (bangsa)    : Guttiferales (Clusiales)

Familia (suku)    : Camelliaceae (Theaceae)

Genus (marga)   : Camellia

Spesies (jenis)   : Camellia sinensis

Varietas              : Assamica

Teh Hitam (Black Tea, Theae Nigra Folium, Schwarzer Tee) di dapat dari hasil peragian daun muda Camellia sinensis (L). Teh berasal dari pegunungan sebelah tenggara asia, sekarang dibudidayakan di hampir semua negara di daerah lintang utara antara 30 dan  40. Tergantung dari asalnya teh hasil fermentasi mengandung kafein 1-5%(min 2% menurut Ph.Gall.8) disamping teobromina dan teofilina yang kandunganya sangat kecil. Tanin dan hasil reaksi berwarna gelap (flobafena) dapat mencapai 25% (Stahl, 1985)

Secara umum ada tiga jenis teh yaitu:

  1. Teh yang tidak terfermentasi (Teh Hijau dan teh Putih )

Teh putih terbuat dari tunas dan daun muda yang diuapkan atau dikeringkan untuk meninaktifkan enzim polifenol oksidase. Teh putih dapat mempertahankan katekin dengan konsentrasi tinggi yang terdapat pada daun teh segar. Teh hijau terbuat dari daun teh yang lebih tua daripada teh putih., dengan melayukan, menguapkan dan pengeringan.Walaupun Teh hijau juga kaya akan katekin, tetapi mempunyai profil katekin yang berbeda dengan teh putih ( Santana-Rios, 2001)

  1. Teh semifermentasi ( Teh Oolong)

Dalam preparasinya daun teh “ dirusak atau dimemarkan” untuk mengeluarkan enzim poliphenol oksidase pada daun. Teh oolong  difermentasi dengan waktu yang lebih singkat daripada teh hitam. Akibatnya, kandungan katekin, theaflavin, dan thearubigin mempunyai konsentrasi diantara teh tak terfermentasi dan teh terfementrasi sempurana (Balentine, 2000)

  1. Teh Fermentasi sempurna ( Teh Hitam )

Daun teh menjadi teh hitam akibat proses pengrusakan daun untuk memaksimalkan interaksi antara katekin dan polifenol oksidase. Saat katekin kontak dengan polifenol oksidase, katekin saling bergabung membentuk dimer dan polimer, yang dikenal dengan nama theaflavin dan thearubigins. Proses oksidasi ini dalam industri dikenal denga “fermentasi”. Teh Hitam ini mengalami fermentasai sempurna sebelum mengalami proses pengeringan, akibatnya kebanyakan teh hitam kaya akan theaflavin dan tearubigins, tetapi katekinnya rendah (Lakenbrink, 2000)

Senyawa bioaktif di dalam teh, diantaranya adalah;

1.  Flavonoid

Flavonol merupakan golongan senyawa flavonoid yang paling banyak pada teh. Monomer flavonol yang paling banyak dikenal adalah katekin. Jenis katekin yang terdapat dalam teh antara lain: epikatekin (EC), epigallocatechin (EGC), epikatekin gallat (ECG) dan epigallokatekin gallate (EGCG) ( Balentine, 2000)

2.  Kafein

Semua jenis teh mengandung kafein, kecuali teh yang mengalami proses dekafeinnasi. Di tunas dan daun muda teh terdapat kadar kafein lebih tinggi daripada daun yang tua (Lin YS, 2003).

Komposisi kafein dalam teh dan kopi (Astill,2001; McCusker,2003)

Tipe Teh

Caffeine (mg/liter)

Caffeine (mg/8 ounces)

Hijau

40-211

9-50

Hitam

177-303

42-72

Coffee, brewed

306-553

72-13

3. Fluor

Tumbuhan teh mengakumualasi fluoride di daun. Secara umum, daun teh yang tua mengandung fluoride lebih banyak (Wong, 2003). Brick Tea, teh kualitas yang rendah, yang terbuat dari daun teh yang tua, mengandung fluoride yang sangat tinggi.  Simptom dental fluorosis ditemukan pada anak-anak dan orang dewasa di Tibet yang mengkonsumsi Brick Tea (Fung, 1999)

Fluoride yang terkandung dalam teh ( Fung, 1999)

Tipe teh

Fluoride (mg/liter)*

Fluoride (mg/8 ounces)

Hijau

1.2-1.7

0.3-0.4

Oolong

0.6-1.0

0.1-0.2

Hitam

1.0-1.9

0.2-0.5

Brick tea

2.2-7.3

0.5-1.7

Dari investigasi proses manufaktur dari salah satu macam teh hitam menyatakan bahwa proses pembuatan teh hitam terdiri dari lima langkah yaitu; whithering, rolling, fermentation, drying, dan sorting (Lin D, 2004).

  1. Whithering.

Setelah daun teh dipanen, daun teh dilayukan dengan menghembuskan udara datasnya.

  1. Rolling

Proses penghancuran daun teh  dapat dilakukan dengan dua cara yaitu CTC ( Crush, Tear, Curl ) dan orthodox. Cara CTC dengan menggunakan mesin, cara ini efektif dan efisien serta dapat menghasilkan produk dengan kualitas tinggi, sedang rendah. Proses orthodox menggunakan mesin dan tangan (manual). Proses secara manual menghasilkan produk teh berkualitas tinggi.

  1. Fermentation

Daun ini mengalami oksidasi pada temperatur dan kelembapan yang terkontrol. Tingkat oksidasi dapat membedakan kualitas dari teh hitam. Waktu fermentasi sebenarnya sudah dimulai saat proses rolling. Jadi proses diantara rolling dan fermentasi ini sangat penting dalam menentukan kualitas teh

  1. Drying

Pengeringan ini bertujuan untuk menginaktifkan enzim polifenol oksidase sehingga proses oksidasi terhenti

  1. Sorting

Selanjutnya teh disortasi menurut ukuranya ( fragmen utuh, serpihan dan serbuk halus).  Sortasi dapat dilakukan dengan kriteria lain.

Setelah Proses Fermentasi ada perubahan komposisi dan senyawa yang terdapat di dalam teh diantaranya;

  1. Katekin oleh enzim polifenol oksidase mengalami oksidasi menjadi theaflavin dan thearubigin, yang berpengaruh pada aroma, rasa dan warna dari teh hitam ( Mahanta, 1985)
  2. Protein terdegradasi (Mahanta, 1985
  3. Kandungan kafein meningkat (Mahanta, 1985)
  4. Klorofil teroksidasi menjadi senyawa pheophytins (Mahanta, 1985)
  5. Dari hasil oksdasi ditemukan polimer dengan berat molekul tinggi yaitu dibenzotropolones, theadibenzotropolone A, B, C dan Tribenzotropolone, theatribenzotropolone.( Sang, 2004)
  6. Katekin dan metabolit quinon dari katekin menjadi produk yang minoritas ( Tanaka, 2005)
  7. Di dalam teh hitam terdapaat pigmen orange merah yaitu Dehydrotheasinensis dengan struktur1,2 diketon (Tanaka, 2005)
  8. Setelah proses fermentasi, konsentrasi 16 senyawa polisiklik aromatik hydrocarbon (PAHs) menjadi lebih tinggi .(Lin, 2004)

PEMBAHASAN

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menganalisis senyawa aktif atau senyawa mayor dari suatu tanaman . Dalam praktikum ini akan dilakukan isolasi kofein dari teh hitam .

Di  daun teh yang segar terdapat senyawa-senyawa seperti sellulosa, tannin, katekin, enzim polipenol oksidase,  kafein, flavonoid pigmen dan sedikit klorofil. Tetapi setelah mengalami fermentasi senyawa-senyawa tersebut dapat berubah struktur dan komposisinya.  Pada proses fermentasi katekin bereaksi dengan enzim polifenol oksidase menjadi Theaflavin dan Thearubigin yang merupakan mayor pigmen pada the hitam (Sang, 2004). Pada proses fermentasi, protein teregradasi dan klorofil diubah menjadi pheophytin ( PK Mahanta & M Hazarika, 1985). Pada teh fermentasi kandungan kafein meningkat ( PK Mahanta, 1988). Teh Hitam mngandung lebih banyak kafein yaitu 42-72 mg/8ons daripada pada teh hijau yaitu 9-50 mg/8ons ( Astill,2001 ; McCusker, 2003). Kandungan kafein pada the hitam lebih tinggi daripada teh oolong, teh hijau, dan teh segar, namun kandungan Epigllokatekin 3-gallat pada teh hitam terendah daripada the yang lain (Lin, 2003). Karena kafein terdapat dalam teh hitam, dengan komposisi yang banyak, maka akan dilakukan isolasi kafein pada praktikum ini.

Untuk mengisolasi kofein dari teh hitam , mula – mula 25 mg serbuk teh hitam ditempatkan dalam soxhlet extractor kemudian dilakukan ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol selama tiga jam . Prinsip dari ektraksi adalah menarik suatu senyawa tertentu kedalam pelarut yang sesuai . Alasan digunakan etanol sebagai pelarut karena etanol sebagai pelarut universal, sehingga dapat melarutkan kafein. Hal itu dikarenakan kafein larut dalam etanol dengan perbandingan 1:130 (Clarke, 1986). Selain itu, etanol dapat mengawaaktifkan enzim yang dapat menguraikan asam nukleat, sehingga keberadaan kafein tetap terjaga dalam ekstrak tersebut ( Robinson, 1991 ). Pada dasarnya senyawa induk purina tidak terdapat secara bebas di alam tetapi terikat dalam bentuk asam nukleat . Walaupun ada beberapa diantaranya yang terdapat bebas di alam , tapi hal ini diduga karena proses peruraian dari asam nukeat ataupun karena senyawa murni dari alam . (Robinson, 1991 ) Kofein merupakan purina xanthin sehingga ada kemungkinan kofein terdapat dalam bentuk asam nukleat ataupun dalam bentuk basa bebas ( akibat dari proses hidrolisis asam nukleat ). Oleh karena itu digunakan pelarut etanol yang tidakmerusak asam nukleat sehingga nantinya kofein yang dapat diisolasi lebih banyak . Digunaknan cara soxhletasi untuk melakukan ekstraksi karena soxhletasi mempunyai kelebihan diantaranya : waktu untuk mengekstraksi lebih cepat , ekstraksinya lebih sempurna karena digunakan penyariannya secara kontinyu, Dibutuhkan pelarut yang sedikit, senyawa yang disari lebih banyak. Prinsip dari soxhletasi adalah perendaman bahan yang ekstraksinya melalui pengaliran ulang larutan perkolat secara kontinyu sehingga bahan yang diekstraksi tetap terendam cairan, Akhirnya dengan alat tersebut juga dapat dilakukan ekstraksi melalui aliran bahan pelarut melintasi bahan yang akan diekstraksi secara kontinyu ( Voigt, 1995). Kelemahan dari soxhletasi adalah tidak cocok untuk bahan yang labil terhadap panas . Kofein mempunyai titik lebur Antara 235-237,5 ˚ C , sehingga kofein dapat dikatakan relatif stabil terhadap panas (Farmakope Indonesia Edisi III , 1995 ). Oleh Karena alasan tersebut digunakan cara soxhletasi untuk mengekstraksinya .

Ekstrak yang diperoleh kemudian diletakkan dalam cawan porselein yang telah berisi 12,5 magnesium oksida dalam 75 ml air , kemudian diuapkan hingga kering dengan penangas air . Penambahan magnesium oksida dilakukan dengan tujuan untuk menjerap kofein dalam ekstrak dan untuk menghilangkan senyawa tanin . ( Robinson, 1991 ) Hal tersebut karena tanin cenderung membentuk kompleks dengan kofein sehingga akan mempersulit tahap isolasi kofein. Dengan penambahan Magnesium oksida, tannin akan berikatan dengan Mg dan berubah menjadi bentuk garam, sehingga kafein terlepas dalam keadaan basa bebas. Penguapan dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan sisa air dan etanol karena kofein agak sukar larut dalam etanol .

Tahapan selanjutnya mendidihkan residu dengan menggunakan air mendidih sebanyak tiga kali ( 125ml ; 62,5ml ; 62,5ml ) kemudian disaring selagi panas dengan menggunakan corong buchner . Tujuan mendidihkan dengan menggunakan air adalah untuk mendesorpsi kofein yang muda ( Bentuk nukleosida ) karena bentuk nukleosida mempunyai kelarutan yang baik dalam air  ( Raphael ikan ) . Selain itu kelarutan kafein dalam air mendidih cukup besar yaitu dengan perbandingan 1:1 ( Clarke,1986 )

Bentuk suspensi akibat pemberian magnesium oksida disaring selagi panas dengan menggunakan corong buchner sehingga didapat larutan . Selanjutnya kedalam larutan tersebut ditambahkan 12 ml asam sulfat 10 %, lalu diuapkan hingga 1/3 volume awalnya . Tujuan dari penambahan asam sulfat ini adalah untuk mengendapkan sisa magnesium oksida dan untuk mendenaturasi asam nukleat sehingga dapat mencegah pembentukan ikatan kembali antara kofein dengan asam nukleat. (Robinson, 1991). Larutan tersebut kemudian disaring untuk menghilangkan endapan yang terbentuk akibat penambahan asam sulfat .

Langkah berikutnya adalah mengekstraksi dengan menggunakan 7,5 ml kloroform sebanyak tiga kali dalam corong pisah . Digunakannya kloroform karena kofein mudah larut dalam kloroform ( Farmakope Indonesia Edisi III , 1995 ). Kelarutan kafein dalam klorofom yaitu dengan perbandingan 1:7 ( Clarke,1986 ).  Kloroform bersifat non polar, jadi kafein cenderung terlarut dalam kloroform, sedangkan senyawa xantin lain seperti teofilin dan teobromin terlarut  dalam fase air, karena senyawa-senyawa tersebut cenderung bersifat lebih polar daripada kafein. Jadi perlakuan ini bertujuan untuk memisahkan kafein dari derivat xanthin lain.

Kemudian ditambahkan sedikit NaOH 1 % ke dalam ekstrak tersebut yang diikuti penggojongan secara perlahan . Penambahan NaOH berfungsi untuk menghilangkan warna kuning pucat dari ekstrak tersebut dan memberikan suasana basa sehingga kofein mudah larut dalam kloroform . Warna kuning tersebut disebabkan karena pigmen theaflavin dan thearubigin pada teh hitam. Penggojogan dilakukan secara perlahan karena penggojogan yang terlalu kuat akan menyebabkan terjadinya emulsi pada ekstrak . Adanya emulsi akan menyebabkan proses pemisahan yang kurang sempurna. Emulsi juga disebabkan oleh adanya sisa senyawa polifenol yang belum hilang, dengan penambahan NAOH, senyawa fenol menjadi fenolik anion dan membentuk garam, sehingga terjadi surfaktan anionik. Surfaktan tersebut yang menyebabkan emulsi. Hasil dari pemisahan tersebut akan terbentuk dua fase yaitu fase air ( lapisan atas ) dan fase kloroform ( lapisan bawah ). Kofein terdapat dalam fase kloroform .

Kemudian kloroform diuapkan sehingga akan terbentuk serbuk putih berbentuk jarum mengkilat dan menggumpal. Purifikasi senyawa kafein cukup dengan kristalisasi. Kafein dapat menyublim pada suhu 180°C ( Clarke,1986) Untuk mendapatkan kristal kofein yang mentah cukup dengan mengkristalkan kembali serbuk tersebut dengan sedikit air panas . Kristal yang terbentuk dalam percobaan kali ini adalah kristal putih agak kekuningan, seharusnya didapatkan kristal putih mengkilap. Hal ini disebabkan terbentuknya emulsi pada penambahn NaOH, Sehingga NaOH tidak optimal dalam menghilangkan warna kuning pcat pada ekstrak kloroform tersebut. Total kristal kofein yang berhasil diisolasi adalah 156,8 mg

Untuk mendeteksi kebenaran kofein yang didapat dilakukan murexide test dan uji spektrum kofein . Murexide test dilakukan dengan cara melarutkan cuplikan tersebut dalam tiga tetes HNO3  pekat kemudian diuapkan sampai kering dan ditambahkan dua tetes NH4OH , hasil dikatakan positif jika berwarna merah lembayung   ( harborne , 1996 ) . Hal tersebut tidak dilakukan karena tidak tersedianya NH4OH di laboratorium . Uji spektrum kofein dengan sinar uv pada panjang gelombang maksimum 278 nm akan memberikan serapan optimal pada panjang gelombang 260 nm . kofein oleh proses fermentasi akan mengalami oksidasi , senyawa hasil oksidasi kofein akan membentuk warna kuning . ( Stahl ,1970 ) Dasar reaksi inilah yang digunakan Bontemps untuk menetapkan kadar kofein secara spektrofotometri . Dalam praktikum ini uji spektra tidak dapat dilakukan karena spektrofotometri yang ada , kalibrasi alatnya sudah tidak sesuai lagi .

Pada praktikum ini untuk mendeteksi keberadaan kafein digunakan uji kromatografi lapis tipis ( KLT ).   Keuntungan dari sistem KLT antara lain : dengan jumlah zat yang sangat kecil dapat dipisahkan dengan jelas , hasil pemisahan lebih baik dengan batas deteksi lebih rendah , butuh waktu singkat dengan sedikit alat. Langkah untuk melakukan sistem ini cukup dengan menotolkan hasil yang didapat pada lempeng silica GF 254 , kemudian dielusi dengan fase gerak kloroform-etanol (99:1). Pada kromatogram jika dilihat dengan sinar uv pada λ 254 nm maka bercak kofein akan berpendar biru dengan harga Rf sekitar 0,55 – 0,65 (Stahl, 1970 ) . Hasil KLT pada ekstrak kloroform menunjukkan Rf sebesar 0,34, bercak kafein berpendar biru dan sejajar dengan kofein standar.

Pada praktikum ini juga dilakukan KLT preparatif pada ekstrak air, Didapatkan 2 bercak dengan garis memanjang. Bercak tersebut lalu dikerok dan dilarutkan dalam kloroform, lalu ditotolkan pada lempeng KLT silika gel GF 254 dan fase gerak kloroform-etanol (99:1).  Pada plate terdiri dari tiga totolan yaitu dari kiri pembanding, pita bercak paling bawah dan pita bercak paling atas. Didapatkan  Rf dari kiri 0,35; 0,39 ; 0,42. Bercak dengan Rf 0,35 adalah kafein pembanding, Bercak Rf 0,39 adalah senyawa lain (pengotor), dan Bercak dengan Rf 0,42 adalah kafein yang diisolasi dari teh hitam. Jadi dapat disebutkan pada ekstrak air, kafein masih bercampur dengan semnyawa lain dan, kafein benar-benar terpisah pada ekstrak kloroform.

KESIMPULAN

  1. Kafein dapat di isolasi dari Teh Hitam
  2. Cara ekstraksi yang digunakan adalah soxhletasi dengan etanol 96%
  3. Dalam 25 gram serbuk teh hitam, didapatkan kafein sebanyak 156,8 mg
  4. Purifikasi kafein dapat dilakukan dengan cara kristalisasi
  5. Identifikasi kafein dapat dilakukan dengan penampakan bercak di uv 254 yaitu berpendar biru dengan Rf 0,34

________________________________
*Dalam rangka mendokumentasikan Laporan Praktikum Analisis Kandungan Tumbuhan Obat, when I was study in Pharmacy Gadjah Mada University, with my parters : Victoria Dian K, n Agung Sofyan E,

Laporan tertanggal 14 Desember 2006, selesai pukul 11.47 PM
rencananya dikumpulin keesokanya, tapi karena lupa, pembuat laporan ini tidak membawanya… (fyuhh…padahal direwangi buat laporan sampe tengah malam) hehehe
*warna-warni anak kuliahan yang ditempa oleh siksaan praktikum (alahhh lebay :D)